Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) berencana menggunakan kendaraan robot bertenaga kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), untuk mengirimkan paket makanan ke zona konflik dan bencana. Sedianya langkah itu diambil paling cepat tahun depan.
PBB menilai ini menjadi cara yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa pekerja kemanusiaan, kata seorang pejabat Program Pangan Dunia (WFP) kepada Reuters, yang kami akses pada Minggu (9/7/2023).
PBB mencatat, serangan terhadap pekerja bantuan kemanusiaan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, di tengah jumlah konflik kekerasan tertinggi sejak Perang Dunia Kedua.
Kepala departemen inovasi WFP -badan bantuan pangan PBB-, yakni Bernhard Kowatsch, menyebut bahwa WFP telah kehilangan tiga pekerja awal tahun ini dalam konflik di Sudan.
"Terkadang terlalu berbahaya untuk mengirim pengemudi atau staf WFP. Jadi, menggunakan teknologi itu sebenarnya bisa menjadi langkah perubahan," kata dia.
Baca Juga: Ekonomi Digital di Indonesia Tumbuh Positif, Apa Kabar Keamanan Siber?
Kowatsch berbicara di sela-sela konferensi, yang diselenggarakan oleh Persatuan Telekomunikasi Internasional di Jenewa untuk mendukung AI guna membantu mencapai tujuan global PBB, seperti menghilangkan kelaparan.
Truk-truk itu amfibi dan masing-masing dapat membawa sekitar 1-2 ton makanan. Kowatsch mengungkap, unit-unit itu kali pertama digunakan selama pertempuran untuk Aleppo Suriah, antara 2012 dan 2016, ketika pekerja kemanusiaan berjuang untuk mendapatkan bantuan ke bagian kota yang terkepung.
Pengiriman udara terhitung mahal dan membutuhkan ruang besar yang tidak tersedia di bagian Suriah itu, katanya.
Badan PBB itu sudah menggunakan sekitar 50 kendaraan di Sudan Selatan, tetapi saat ini mereka membutuhkan pengemudi.
"Sebagai bagian dari proyek AHEAD (Autonomous Humanitarian Emergency Aid Devices) dengan German Aerospace Center (DLR), WFP akan mengujinya tanpa pengemudi awal tahun depan," imbuhnya.
AI digunakan untuk menggabungkan data yang diperoleh dari berbagai sumber termasuk satelit dan sensor, memungkinkan pengemudi jarak jauh untuk mengarahkan kendaraan.
Sudan Selatan adalah tempat di mana sekitar 7,7 juta orang menghadapi kerawanan pangan yang parah dan banjir yang menghambat akses. Sudan Selatan akan menjadi tempat pertama peluncuran, lanjut dia.
Diketahui, tren penggunaan robot pengiriman makanan menjadi tren dan ramai diperbincangkan kala pandemi Covid-19 melanda.
Laman Forward Fooding, platform konsultasi industri makanan dan minuman di London, menuliskan bahwa pandemi Covid-19 memaksa banyak restoran tutup pada malam hari. Pemilik dan manajer berebut untuk beralih ke pengiriman, dan pesanan meroket. Tiba-tiba, pekerja pengiriman makanan menjadi tulang punggung sektor layanan makanan yang benar-benar baru.
Namun saat dunia terisolasi, bahkan lockdown, pesanan makanan online melampaui kapasitas manusia untuk memenuhinya. Dan para ahli mempertanyakan apakah perusahaan cukup berbuat untuk melindungi pekerja mereka dari infeksi.
Situasi unik ini menghidupkan kembali perdebatan tentang robot pengantar makanan.
Baca Juga: Nothing Phone 2 Segera Meluncur di Amerika Serikat, Begini Bocoran Spek Kameranya
Untuk kembali mengingat, pada 2017, Doordash bermitra dengan Starship Technologies untuk pengiriman uji jalan yang dilakukan oleh robot semi-otonom di California. Idenya sederhana. Robot pengiriman makanan muncul di sebuah restoran dan penuh dengan makanan. Robot melaju sendiri ke alamat pelanggan. Pelanggan, yang diberi tahu melalui pesan teks, membuka kunci bot dan mengambil pesanan mereka.
Kemudian, kabar penggunaan robot pengantar makanan di tempat-tempat lain, berikutnya juga muncul di beragam media. Robot-robot itu bertugas mengantar makanan bagi pasien di rumah sakit, di kantin dan restoran. Tujuannya untuk mengurangi interaksi fisik antar manusia dan alasan efisiensi sumber daya.