Perundungan (bullying) masih terus menjadi isu besar di masyarakat. Studi UNICEF dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Republik Indonesia menyebut, dua dari tiga remaja usia 13-17 tahun mengalami sedikitnya satu jenis kekerasan dalam hidup mereka, salah satunya perundungan.
Bullying tidak hanya berdampak secara fisik tetapi juga psikis. Tidak berhenti di situ, permasalahan lainnya muncul karena remaja korban bullying seringkali menolak untuk melapor dan mencari bantuan, sehingga kondisi mereka makin memburuk.
Bermula dari kondisi tersebut, lima mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR) merancang aplikasi REMEDY, akronim dari Remaja Merdeka Bullying. Mereka adalah Anastasia, Akiraka Vijnanamaya, Nadhira Alifa Yusran, Hanna Azfa Sadida dari Fakultas Psikologi (FPsi) dan Adam Maurizio Winata dari Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM).
REMEDY merupakan aplikasi berbasis website, yang bertujuan untuk memulihkan kesehatan mental remaja korban bullying. REMEDY juga dapat memfasilitasi perkembangan pasca trauma, dan menjembatani para korban bullying dengan para psikolog secara mandiri, interaktif dan fleksibel.
Anastasia menjelaskan, masyarakat dengan budaya timur umumnya masih meyakini bahwa lebih baik menoleransi atau berusaha memperbaiki hubungan yang rusak.
"Beberapa bahkan menyalahkan dirinya sendiri untuk mengurangi stres dan konflik dengan orang lain," ujarnya, dilansir dari keterangannya, Jumat (15/9/2023)
Aplikasi REMEDY memiliki fitur unggulan, pilihan terapi yang ada di aplikasi, menggunakan pendekatan intervensi psikososial atau intervensi tanpa obat-obatan. Intervensi ini dapat berguna untuk menyelesaikan masalah psikologis, sosial, pribadi, dan relasional.
Baca Juga: Siksa Neraka dan Siksa Kubur Saling Spill, Slamet Rahardjo Main di Kedua Filmnya
Dalam aspek psikologis, aplikasi REMEDY memiliki dua fitur yaitu ‘Katalog Psikolog’ untuk mencari layanan psikologi terdekat dan fitur ‘Sehat Pikiran’ meliputi aktivitas terapeutik seperti Jurnal Harian, Musik dan Relaksasi Otot, Menulis Ekspresif; Meditasi dan Mindfulness, Shambavi Mudra (pernapasan dalam yoga), serta Menggambar Doodle.
Sementara itu, aspek sosialnya terdapat dalam fitur ‘Interaksi Komunitas’. Ini meliputi kegiatan-kegiatan diskusi terpumpun (FGD) bersama kelompok pengguna lainnya. Pengguna juga akan mendapat pendampingan dari seorang fasilitator untuk saling berkomunikasi, bertukar ide dan pendapat, serta saling memberikan dukungan sosial maupun emosional.
Baca Juga: Xiaomi 13T Dikabarkan Punya Kamera Leica, Tapi Hanya untuk Pasar Eropa?
"Individu yang tidak mengalami trauma akibat bullying juga bisa menggunakan aplikasi ini melalui fitur ‘Pemulihan’. Fitur ini berisi kegiatan-kegiatan untuk mengurangi stres dan memperbaiki kesehatan mental secara umum," kata dia.
Aplikasi REMEDY juga telah memanfaatkan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dan machine learning, imbuh Anastasia. Peran teknologi AI dan machine learning juga dapat mengidentifikasi perubahan kondisi sebelum dan sesudah intervensi berdasarkan jawaban-jawaban pengguna.
"Kedua teknologi tersebut telah terbukti dapat menghasilkan penerimaan lebih baik terhadap treatment, berkurangnya biaya, dan intervensi yang lebih efektif," lanjutnya.
Baca Juga: TikTok X Billboard: Tampilkan 50 Lagu Populer di Tangga Lagu Teratas
Anastasia dan tim berharap, gagasan mereka atas aplikasi REMEDY ini dapat menjadi sumber penghasilan tambahan para ahli di bidang kesehatan jiwa.
"Tentunya, dengan inovasi ini kami juga berharap mahasiswa atau akademisi di Indonesia dapat mempertajam keterampilan serta terinspirasi untuk berinovasi dalam mengembangkan intervensi psikologis yang berintegrasi dengan kemajuan teknologi," tandasnya.
Gagasan mengenai aplikasi REMEDY ini mendapatkan pendanaan dari Kemdikbudristek melalui program Program Kreativitas Mahasiswa Karya Cipta (PKM-KC) 2023.