Elon Musk berencana mengenakan biaya berlangganan kepada semua pengguna X (dulu Twitter).
Pernyataan itu kemukakan saat berbincang dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kala ditanya cara yang ia lakukan dalam menghadapi bot yang berjumlah besar. Terlebih diketahui, bot tersebut gemar menyebarkan ujaran kebencian.
"Membuat X seutuhnya berbayar. Ini adalah satu-satunya cara yang dapat saya pikirkan untuk memerangi pasukan bot dalam jumlah besar. Karena saat ini AI mulai bisa meloloskan keamanan CAPTCHA," kata dia, seperti dilaporkan The New York Post, kami kutip Rabu (20/9/2023).
Meski demikian, Musk mengakui, diskusi mengenai kewajiban membayar bagi seluruh pengguna X ini akan memunculkan diskusi panjang. Tetapi Elon Musk meyakini, menambahkan biaya berlangganan untuk mengakses situs media sosial X akan mempersulit bot dalam membuat akun, karena masing-masing harus mendaftarkan kartu kredit.
Musk tidak merinci berapa biaya yang akan dikenakan, namun dia menyebut, biayanya 'lebih murah' dibanding dengan biaya berlangganan premium yang selama ini ditawarkan sekitar USD8 (sekitar Rp123.000).
Baca Juga: Amerika Serikat dan Vietnam Makin Akrab Karena Chip dan AI?
"Alasan mengapa media sosial populer adalah karena gratis dan teman-teman Anda menggunakannya. Tidak semua orang mampu membayar," ujar dia.
Musk mengklaim, pengguna aktif bulanan X saat ini mencapai 550 juta. Setiap harinya, ada 100-200 juta post yang dipublikasikan di platform X.
Ia tak merinci berapa banyak dari basis pengguna tersebut yang merupakan manusia, bukan bot. Informasi CNBC mencatat, pada Mei 2022 ketika Musk kali pertama diisukan akan mencaplok Twitter, pengguna aktif hariannya di angka 229 juta.
Sementara itu kontroversi lain yang dibawa Elon Musk bulan ini adalah: bagi pengguna X yang telah berstatus pelanggan akun berbayar, platform tersebut akan meminta penggunanya memverifikasi akun mereka kartu identitas resmi, seperti kalau Kartu Tanda Penduduk (KTP).
"Berdasarkan persetujuan Anda, kami dapat mengumpulkan dan menggunakan informasi biometrik Anda untuk tujuan keselamatan, keamanan, dan identifikasi," bunyi kebijakan yang diperbarui itu.
Perusahaan menyatakan, tindakan ini dilakukan dalam upaya mencegah peniruan identitas dan menjaga integritas platform.
Perusahaan tersebut mengatakan kepada Bloomberg, kebijakan biometrik tersebut ditujukan untuk pengguna X Premium dan data biometrik dapat diambil dari ID dan gambar, dengan tujuan pencocokan.
Baca Juga: Dapat Dana Rp46 Miliar, Bababos Bakal Hubungkan UMKM dengan Pemasok Bahan Baku Terbaik
"Ini juga akan membantu kami menghubungkan, bagi mereka yang memilih, sebuah akun dengan orang sungguhan dengan memproses tanda pengenal yang dikeluarkan pemerintah. Ini juga akan membantu X melawan upaya peniruan identitas dan membuat platform lebih aman," kata X dalam sebuah pernyataan resmi.
Diberitakan The Verge, X bermitra dengan perusahaan verifikasi yang berbasis di Israel, AU10TIX, untuk memfasilitasi fitur otorisasi baru. Semua informasi verifikasi, termasuk foto ID pengguna dan data biometrik, dapat disimpan oleh AU10TIX hingga 30 hari.
Pengguna nantinya akan diminta untuk memverifikasi ulang akun mereka menggunakan KTP, jika nama akun atau tujuan yang dimaksudkan diubah. Dengan tujuan keselamatan dan keamanan yang dirahasiakan.
Baca Juga: Levi’s dan Crocs Meluncurkan Koleksi Alas Kaki Terbaru
X juga akan memberikan opsi, untuk menggunakan verifikasi ID untuk fitur X tertentu, sebagai sarana untuk meningkatkan kepercayaan pada platformnya.
Perusahaan tidak merinci apa saja yang diperlukan dari fitur-fitur ini, tetapi mereka mengklaim, pengguna yang memilih untuk berpartisipasi dapat menerima manfaat tambahan yang terkait dengan fitur X tertentu di masa depan.
Di tengah-tengah akan diberlakukannya kebijakan tersebut, X Corp terseret dalam gugatan class action yang diusulkan pada Juli 2023 atas klaim bahwa pengumpulan datanya melanggar Undang-Undang Privasi Informasi Biometrik di negara bagian Illinois, Amerika Serikat (AS).
Gugatan tersebut, menuduh X belum memberikan informasi yang memadai kepada individu bahwa mereka mengumpulkan dan/atau menyimpan pengenal biometrik mereka di setiap foto yang memuat wajah.