Pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan berlangsung pada 14 Februari 2024.
Menjelang masa tersebut, mulai nampak hoaks yang mengganggu kedamaian antar pendukung dan masyarakat umum. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI), telah mengidentifikasi total 101 isu hoaks terkait Pemilu, beredar sejak Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023.
Penyebaran hoaks dan disinformasi meski beragam, dapat ditemukan di beragam media sosial. Catatan kementerian menunjukkan, penyebaran hoaks dan disinformasi terkait pemilu paling banyak ditemukan di platform Facebook. Sebagai bentuk penanganan, Kemenkominfo telah mengajukan take down 454 konten kepada pihak Meta.
Baca Juga: Pemilu 2024 Rawan Kampanye Hitam, Ini Tips Agar Tidak Tertipu Konten Deepfake
Baca Juga: Nama Perusahaan yang Akan Produksi iPhone di India, Merek Mobilnya Sudah Terkenal
Baca Juga: 7 Pembaruan Penting pada iOS 17.1 di iPhone
Menkominfo RI, Budi Arie Setiadi, mengimbau masyarakat jangan sampai terpancing berita sensasional yang berpotensi memicu emosi.
Ia juga mendorong masyarakat tidak membagikan berita tanpa mengecek kebenaran terlebih dahulu.
"Pastikan bahwa berita tersebut didasarkan pada fakta yang dapat dipertanggungjawabkan, dan bukan hanya berdasarkan opini subjektif," tegasnya, dalam sebuah keterangan, dilansir Sabtu (28/10/2023).
Masyarakat bisa mencari informasi serupa dari beberapa sumber yang berbeda, untuk memastikan kebenaran informasi yang sudah mereka dapatkan.
Baca Juga: Gaya Kampanye Bacapres Pemilu 2024 di Instagram Berbeda dengan di X
"Bandingkan berita ketika menemukan berita yang terdengar mencolok atau kontroversial," tuturnya.
"Kepada seluruh masyarakat, ayo bersama-sama kita melawan hoaks dengan memeriksa informasi yang diterima, tidak menyebarkannya jika mengandung hoaks, dan tentu tidak membuat hoaks," kata dia.
Menurut Budi, apa yang ia kemukakan tadi merupakan salah satu dari tiga langkah strategis dalam memberantas hoaks mengenai Pemilu 2024. Selain penanganan konten hoaks yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan penyelenggara platform media sosial, serta peningkatan patroli siber.
"Kami membutuhkan kerja sama seluruh masyarakat agar dapat menangkal hoaks,” ungkapnya.
Kemenkominfo juga telah menjalin kerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum dalam mencegah penyebaran hoaks.
Keberadaan hoaks mengenai Pemilu harus segera ditindaklanjuti, mengingat hoaks tidak hanya menurunkan kualitas demokrasi, tetapi juga berpotensi memecah-belah bangsa.
"Sebagai salah satu bentuk information disorder, akibatnya Pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi dapat terkikis integritasnya serta menimbulkan distrust (ketidakpercayaan) antarwarga," tandasnya.
Baca Juga: Link Resmi Beli Tiket Konser Ed Sheeran di Jakarta
Baca Juga: Kenapa Ramalan Cuaca di Aplikasi Smartphone Sering Meleset? Simak Penjelasan BMKG
Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo RI, Semual A. Pangerapan, mengingatkan saat ini teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) sudah mulai digunakan dalam menciptakan hoaks.
"Kemarin mungkin teman-teman juga sudah melihat bahwa, video Presiden tahun 2015 dilakukan editing menggunakan AI dan seolah-olah Presiden Jokowi mengucapkannya dalam bahasa mandarin," tuturnya.
Oleh karena itu, Dirjen Semuel mendorong masyarakat mencari informasi dari sumber terpercaya khususnya dari media besar. Harapannya agar penyebaran hoaks dapat ditekan.
"Masyarakat mulai hati-hati karena penggunaan ya ini sudah makin canggih. Sepintas itu hampir seperti aslinya, dengan kemajuan teknologi ini para pemain (pembuat dan penyebar hoaks) sudah mulai menggunakan teknologi," ungkapnya.
Baca Juga: Peran Kontribusi Kecerdasan Buatan dan Pembelajaran Mesin Penting untuk Keamanan Siber UMKM
Baca Juga: OpenAI Bentuk Tim Kesiapsiagaan Atas Ancaman Kecerdasan Buatan, Tertarik Daftar?