Dampak positif dari pengembangan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Indonesia telah dirasakan di berbagai sektor. Termasuk informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, jasa perusahaan, serta sektor pertanian. Bahkan sektor publik dan swasta telah mulai mengadopsi AI.
Meskipun demikian, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, seperti penyebaran data dan ancaman keamanan yang perlu ditindak dengan tegas.
Ketua Tim Tata Kelola Ekonomi Digital dan Gim, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI), Hario Bismo Kuntarto, menjelaskan bahwa pemerintah secara aktif telah mempromosikan AI di berbagai sektor, dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing dan inovasi Indonesia.
Kemenkominfo juga berkomitmen untuk mendukung pengembangan talenta digital dan keterampilan AI bagi semua kalangan. Tidak terbatas pada para profesional melalui pengadaan inisiatif pendidikan dan peningkatan keterampilan.
"Terhitung sejak 2021, Kominfo telah menjadi pengampu AI, Blockchain, dan IoT sesuai dengan Peraturan Menteri Kominfo No.3/202," ungkap Hario, dalam diskusi bersama KORIKA, yang disiarkan oleh Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM), dikutip Kamis (2/11/2023).
Baca Juga: AI Diprediksi Bakal Katrol Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Besarnya Segini Kira-Kira
Baca Juga: Samsung Bersiap Luncurkan Galaxy A15, Spesifikasi Apa Saja yang Sudah Bocor ke Publik?
Hario menambahkan, Kemenkominfo berkomitmen untuk melanjutkan fokus pada aktivasi layanan, melalui monitoring dan evaluasi kajian regulasi sandboxing; dengan menetapkan prinsip inklusifitas, transparansi, dan kredibilitas serta akuntabilitas.
Sementara turut hadir dalam diskusi yang dilangsungkan daring itu, Dosen Departemen Ilmu Komputer & Elektronika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM, Afiahayati, menyebut akademik sebagai pondasi pembinaan keterampilan AI.
Pengetahuan akademis berguna untuk memfasilitasi transfer pengetahuan dan inovasi, dari berbagai proyek dan penelitian mengenai AI melalui kolaborasi dari berbagai pihak, seperti perguruan tinggi.
Hal ini dapat terefleksi dari komitmen UGM dalam pengadaan program studi magister kecerdasan artifisial untuk menjawab permintaan spesialis AI.
"Di dalamnya, telah disempurnakan melalui berbagai mata kuliah pendukung, laboratorium sistem cerdas, sampai AI research center," ungkapnya.
Afiahayati menyatakan, kolaborasi quadruple helix yang melibatkan pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat memungkinkan peningkatan perkembangan AI yang jauh lebih sporadik. Sehingga dapat mewujudkan harapan kolaborasi yang lebih besar dalam pertukaran sumber daya dan informasi, seperti yang sudah dilakukan UGM dalam bidang kesehatan maupun penelitian.
Dari pihak industri, Head of Government Affairs and Public Policy Google Cloud, Brigitta Ratih E. Aryanti, turut menyampaikan pandangannya.
Menurutnya, kontribusi Google untuk memastikan kemudahan aksesibilitas AI ditunjukan melalui aplikasi Gmail yang sudah disertai fitur smart compose.
Di Indonesia, Google telah berkolaborasi bersama pemerintah dalam sektor tata kelola kota, respon bencana, produktivitas, sampai kesehatan.
Langkah yang diambil Google menjadi cara mendorong agar AI dapat bermanfaat bagi pengguna di berbagai tingkat keterampilan.
Meskipun demikian, kata Brigitta, tak dapat dipungkiri tantangan mengenai privasi dan keamanan data masihlah menjadi prioritas utama. Sehingga kebijakan pengembangan AI haruslah mempunyai tiga prinsip, yakni tegas untuk memecahkan masalah sosial-ekonomi, bertanggung jawab, dan kemitraan antara berbagai pihak.
"Untuk mewujudkan implementasi AI, kita harus meningkatkan potensi ekonomi lewat pengadaan infrastruktur dan SDM, melalui penjagaan keamanan sesuai regulasi," tuturnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo, Mira Tayyiba, sebelumnya mengatakan pemerintah Republik Indonesia memberikan peluang bagi pemanfaatan teknologi baru, seperti AI, untuk berbagai bidang pembangunan.
Baca Juga: Chery Omoda GT FWD Meluncur ke Konsumen, Varian AWD Menyusul Bulan Depan
Mira Tayyiba menyatakan, pengaturan dalam bentuk regulasi dan kebijakan akan dilakukan secara tepat dan optimal untuk mendukung pemanfaatan teknologi baru.
Ia menegaskan, pemanfaatan AI harus dilakukan secara inklusif dan bertanggung jawab. Maka, sebagai salah satu upaya penting dalam antisipasi perkembangan teknologi baru di era digital, pemerintah menyusun Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial untuk 2020-2045.
Dalam dokumen itu, pemerintah memandu pengembangan serta penerapan AI yang beretika, agar kebijakan AI dapat disusun sekaligus diimplementasikan secara transparan, akuntabel, dan adil.
"Sistem AI harus dirancang agar transparan dalam proses pengambilan keputusannya, akuntabel atas tindakannya, dan adil dalam memperlakukan berbagai kelompok masyarakat," terangnya.