Perusahaan Listrik Negara (PLN) kini mampu memproduksi 199 ton hidrogen hijau (green hydrogen). Hidrogen tersebut diproduksi melalui 21 Green Hydrogen Plant (GHP) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan akselerasi GHP ini merupakan hasil inovasi yang terus dilakukan PLN dalam menghadirkan energi alternatif yang ramah lingkungan, untuk menjawab tantangan transisi energi.
Menurut dia, langkah ini merupakan wujud nyata dari kolaborasi bersama Kementerian ESDM dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dengan memaksimalkan existing facility yang ada di pembangkit-pembangkit thermal milik PLN.
"Kemudian kami lakukan inovasi dengan memanfaatkan 100 persen Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi green hydrogen," kata Darmawan.
Darmawan menambahkan, pembangkit-pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) atau pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN sudah memiliki hydrogen plant dengan electrolyzer. Alat tersebut digunakan untuk memproduksi hidrogen yang digunakan untuk mendinginkan generator pembangkit listrik.
Baca Juga: Amazfit Balance Hadir dengan Teknologi AI untuk Kehidupan yang Seimbang
Dari 21 unit hydrogen plant tersebut dapat menghasilkan 199 ton per tahun, namun hanya 75 ton per tahun yang digunakan untuk kebutuhan pendinginan generator pembangkit listrik.
"Kami melihat ada peluang untuk memanfaatkan hydrogen ini sebagai value creation yang bisa memberikan nilai tambah bagi bisnis kami, sekaligus mendukung transisi energi," ujarnya,
Melihat potensi yang ada, pihaknya melakukan inovasi dengan memanfaatkan solar PV yang terpasang di kawasan pembangkit PLN, ditambah dengan Renewable Energy Certificate (REC) dari beberapa pembangkit EBT di Indonesia. Dengan cara tersebut, maka pihaknya dapat memproduksi 100 persen hidrogen hijau.
“Dengan inovasi tersebut, selain untuk pendingin generator pembangkit, green hydrogen kini bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk industri pupuk, industri bahan kimia, cofiring pembangkit, hingga untuk Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV),” ucap Darmawan.
Baca Juga: Pemerintah Bakal Terapkan Kebijakan Kepemilikan ID Digital, Buat Apa?
Ia menjelaskan, untuk mengembangkan rantai pasok green hydrogen di Indonesia, PLN juga tengah mengembangkan infrastruktur hydrogen refueling station (HRS) yang nantinya akan digunakan untuk pengisian daya FCEV.
Direktur Utama PLN Indonesia Power, Edwin Nugraha Putra, menyebut pihaknya tengah menyiapkan HRS sebagai pilot project di daerah Senayan, Jakarta.
"Ini akan menjadi hydrogen refueling station pertama di Indonesia, yang akan meningkatkan minat masyarakat untuk beralih ke kendaraan ramah lingkungan yaitu mobil hidrogen," paparnya.
21 unit GHP akan menambah kapasitas excess produksinya, yang digunakan untuk HRS pertama di Indonesia. Produk GHP nantinya disimpan di dalam tabung bertekanan 156 bar, kemudian dikirimkan ke PLTD Senayan menggunakan truk hidrogen sebagai supply utama pada HRS.
Baca Juga: Madame Web Rilis 14 Februari 2024, Dia Ada di Universe Mana?
“Ke depan GHP yang ada ini akan kami kembangkan di pembangkit-pembangkit kami, khususnya yang sejenis. Sehingga produksinya bisa semakin besar dan menambah hydrogen refueling station di sejumlah daerah," ucap Edwin.
Periset Ahli Utama, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eniya Listiani Dewi mengungkap, ekosistem pengembangan green hydrogen di tanah air memang harus segera dibentuk. Terlebih, potensinya sangat besar karena juga berpeluang masuk pada rantai pasok hidrogen dunia.
"PLN sudah punya banyak lokasi (GHP) dan kemitraannya juga sudah terbangun. Kami bisa membuat (hydrogen refueling station) dari Jakarta sampai ke arah Patimban, karena di sana ada greenport dan potensi ini bisa menghadirkan hydrogen highway," imbuh dia.
Eniya juga secara khusus mengapresiasi langkah PLN yang akan membangun HRS pertama untuk kebutuhan transportasi. Upaya strategis ini memiliki potensi besar untuk menarik masyarakat semakin terlibat dalam peralihan ke energi ramah lingkungan.
Diperkirakan, permintaan hidrogen untuk transportasi akan berada pada jumlah tertinggi pada 2060, kata dia. Permintaan hidrogen di sektor transportasi berada pada level 10 kali lipat lebih tinggi ketimbang sektor lain.