Techverse.asia - Meningkatnya pemanfaatan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menimbulkan potensi gangguan terhadap keamanan informasi pribadi. Hal tersebut seiring dengan kemampuan AI dalam menganalisis data pribadi secara cepat dan akurat.
Meski demikian, kesadaran akan ancaman tersebut umumnya belum merata di kalangan pengguna teknologi berbasis AI.
Pada Selasa (5/12/2023), Center for Digital Society (CfDS) UGM bersama dengan Kolaborasi Riset & Inovasi Kecerdasan Artifisial Indonesia (KORIKA) dan Google merespon isu tersebut lewat Digital Experts Talk #21 bertajuk “Menavigasi Inovasi Kecerdasan Artifisial dan Urgensi Pelindungan Data Pribadi”.
Dengan turut menghadirkan Rindy (Sub Koordinator Kerja Sama dan Kelembagaan Pengendalian Data Pribadi Kementerian Komunikasi dan Informatika), Alfatika Aunuriella Dini (Dosen Fakultas Hukum UGM), dan Ardhanti Nurwidya (Dewan Pengurus Asosiasi Praktisi Pelindungan Data (APPDI), diskusi daring ini menilik keterkaitan antara data pribadi dan penggunaan AI.
Baca Juga: Spek Ponsel Entry Level Itel P40, Kapasitas Baterai Besar
Rindy memaparkan beberapa pandangan terkait dengan konsep AI yang masih multitafsir. Beragam pihak, termasuk pemerintah dan akademisi, masih belum mampu mendefinisikan AI secara tunggal.
Meskipun demikian, Kemkominfo telah memetakan cakupan-cakupan pendefinisian AI, dan telah mendirikan pondasi legal atas pelindungan data pribadi bagi para pengguna lewat Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Rindy menegaskan bahwa semua kegagalan pelindungan data pribadi akibat dari AI akan menjadi tanggung jawab pengendali.
“Segala jenis pemrosesan data oleh AI yang melibatkan kepentingan subjek data pribadi, baik bagi automated AI maupun AI assisted decisions, harus tunduk terhadap UU PDP serta segala kewajiban pelindungan data pribadi yang terkandung di dalamnya,” ujarnya.
Baca Juga: Telkomsel Implementasikan Autonomous Network Selama Natal dan Tahun Baru 2024
Menyepakati komitmen Kemkominfo, Alfatika menyampaikan urgensi akademis di balik peregulasian pelindungan data pribadi dalam penggunaan AI. Isu-isu hukum seputar AI mendapat sorotan, khususnya terkait status hukum AI.
Perdebatan mencakup apakah AI dapat dianggap subjek hukum, serta pertanggungjawaban atas perbuatan AI. Kepentingan utama adalah menentukan apakah perbuatan AI harus diatributkan kepada AI atau penciptanya, menghadirkan kompleksitas hukum dalam mengakomodasi teknologi AI dan menetapkan tanggung jawab.
“Apakah PDP dan inovasi teknologi AI bisa berjalan beriringan? Tentu bisa, buktinya adalah dari adanya UU dan RPP PDP di Indonesia, meskipun secara eksplisit belum ada landasan hukum yang khusus mengatur tentang AI,” tuturnya.
Ardhanti mewakili APPDI menunjukkan komitmen mereka. Sebagai asosiasi yang beranggotakan para data protection officers (DPO), APPDI berkomitmen dalam mengawal urgensi isu pelindungan data pribadi dalam konteks penggunaan AI.
Baca Juga: 10 Tahun Lagi, Semua Bank Bakal Bertransformasi Jadi Bank Digital
Menurut Ardhanti, AI yang ‘pintar’ akan butuh terpapar banyak data yang komprehensif, tidak terkecuali data pribadi. Hal tersebut agar analisa yang dihasilkan dapat semakin tajam.
"Dalam AI model development process, terdapat risiko pelanggaran privasi, terutama selama tahap pelatihan dan paparan AI terhadap sejumlah besar data,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa kekhawatiran muncul terkait apakah model AI dilatih dengan data pribadi yang mematuhi perundang-undangan, apakah potensi kebocoran data telah diantisipasi, serta keakuratan dan ketidakbiasan data yang disuplai ke model AI.
Di tengah polemik relasi pelindungan data pribadi dengan teknologi AI, ketiga pembicara sepakat bahwa regulasi seharusnya tidak membatasi inovasi, karena inovasi sangat mungkin menghadirkan kebermanfaatan bagi Indonesia.
Regulasi perlu mendukung inovasi sambil tetap mampu mengatasi risiko dan dampak negatif. Dengan adanya inisiasi regulasi, seperti Surat Edaran untuk AI (SE AI), RPP PDP, UU PDP, dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), diharapkan pemerintah dapat berperan sebagai ‘wasit’ yang adil dalam melindungi masyarakat dari ancaman keamanan data pribadi.