Lahan pertanian memerlukan irigasi yang baik, agar tanaman yang ada bisa tumbuh subur dan produktif. Berkat air yang dialirkan lewat irigasi, tanaman mendapapatkan nutrisi tambahan dan lahan memiliki ketersediaan air yang cukup di musim kemarau.
Selain itu, air dari irigasi juga dapat menurunkan suhu tanah dan mengurangi kerusakan tanah. Dengan demikian, tanaman bisa tumbuh dengan baik.
Dalam mengalirkan air ke lahan pertanian, biasanya petani menggunakan pompa air untuk menyedot air dari sumbernya dan mengalirkan ke saluran irigasi. Untuk memberikan tenaga yang menggerakkan pompa, masyarakat akan menggunakan solar.
Baca Juga: Selama 3 Tahun, Apple Berencana Memproduksi 50 Juta Lebih iPhone di India
Hanya saja, penggunaan pompa air berbahan bakar solar untuk irigasi pertanian tidak lagi relevan karena adanya perubahan regulasi subsidi solar dari pemerintah. Berawal dari mengamati kondisi tersebut, maka tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menciptakan pompa air berbasis tenaga matahari untuk membantu petani padi di Desa Mojosari, Mojokerto, Jawa Timur.
Ketua tim Abmas, Prasetiyono Hari Mukti, mengungkapkan, selama ini petani Desa Mojosari bergantung pada penggunaan pompa diesel untuk mengalirkan irigasi.
Namun, saat ini pemerintah membatasi pembelian dan penggunaan bahan bakar solar, yaitu maksimal sebesar lima liter perhari. Padahal, petani membutuhkan kurang lebih 50 liter solar untuk mengoperasikan pompa mereka.
Dari permasalahan tersebut, tim yang terdiri dari Departemen Teknik Elektro, Teknik Biomedik, dan program studi Teknik Telekomunikasi ITS ini menggagas inovasi pompa air dengan bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Baca Juga: Daftar Inovasi Microsoft untuk Inklusi Teknologi Bagi Penyandang Disabilitas
Baca Juga: Denis Villeneuve Bilang Skenario Dune: Part Three Hampir Selesai Ditulis
"Selain bentuk patuh terhadap regulasi, gagasan ini juga mendukung penggunaan energi terbarukan. Tim kami juga mengintegrasikan sistem berbasis Internet of Things (IoT) pada PLTS, untuk memonitoring sistem irigasi di lahan pertanian dari jarak jauh," tuturnya, dilansir dari keterangan resmi, Senin (11/12/2023).
Lebih lanjut, cara kerja alat yang dirancang oleh Prasetyono dan tim ini dimulai dari penangkapan sinar matahari oleh panel surya. Sinar yang tertangkap tersebut kemudian dikonversi menjadi energi listrik dan disimpan di baterai.
"Baterai inilah yang menjadi sumber energi untuk menggerakkan pompa air," demikian dijelaskan Kepala Laboratorium Jaringan dan Komunikasi Departemen Teknik Elektro ITS tersebut.
Untuk menggerakkan pompa air dalam sistem irigasi, digunakan dashboard IoT berupa website dengan nama thingsboard.com. Melalui website tersebut, para petani dapat mematikan dan menghidupkan pompa air dari mana pun dan kapan pun. Selain itu, petani juga dapat mengetahui daya listrik dari tenaga surya dan yang terpakai untuk menyalakan pompa air. Dengan demikian, pengoperasian pompa air dapat terkontrol dengan baik.
Dengan diberikannya satu set inovasi dari tim ITS ini, menurut dia petani Desa Mojosari mengakuterbantu. Mereka bukan hanya dapat menyelesaikan masalah pembatasan subsidi solar, petani juga dapat menghemat waktu, tenaga, dan material untuk melakukan irigasi di lahan pertanian.
Ke depannya, sistem kerja dari inovasi ini akan terus dipantau dan dilakukan pemeliharaan untuk memaksimalkan cara kerjanya.
Baca Juga: Beli Lokal di 12.12, Jadi Program Uji Coba Kerja Sama Tokopedia dan TikTok Shop
Prasetyono berharap, inovasi ini dapat diterapkan di wilayah lainnya untuk bisa membantu petani dan mengatasi permasalahan irigasi dengan hal serupa. Ia juga berharap inovasi ini dapat menginspirasi mahasiswa, untuk terus melahirkan inovasi yang membantu menyelesaikan permasalahan di masyarakat.