Dosen Prodi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Aulia Faqih Rifa’i, melakukan riset terkait perancangan indeks proses pengembangan perangkat lunak (software) berbasis Maqasid Shari’a.
Dalam keterangan tertulis institusi, yang diterima Techverse.Asia, diketahui bahwa karya riset disertasi Aulia Faqih Rifa’i dipresentasikan untuk meraih Gelar Doktor Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
Aulia Faqih menjelaskan, karya riset disertasinya yang mengkaji perancangan standarisasi pengembangan software berbasis Maqasid Shari’a itu, disusun untuk menjawab kebutuhan dunia industri terhadap standar Islam bagi proses pengembangan perangkat lunak.
Hal itu, dilatarbelakangi karena ia melihat fenomena implementasi Maqasid Syari’a Index (MSI) baru sebatas beroperasi di bidang ekonomi dan keuangan Islam. Belum merambah di bidang teknologi dan sains, khususnya Software Engineering.
Baca Juga: AdMedika dan KlikDokter Jalin Kolaborasi Bangun Layanan Telemedisin Tanpa Uang Tunai
Baca Juga: Mitsubishi Mulai Memproduksi Kei Car Listrik di Indonesia
"Fokus penelitian pada perancangan Index Pengembangan Software berbasis Maqasid Shari’a (Maqasid Syari’ah Software Development Index-MSSDI), sebagai standar pengukuran baru bagi proses pengembangan software, penerapan MSSDI terhadap sampel, serta analisis restrospektif hasil penerapan," paparnya, dikutip Sabtu (16/12/2023).
Teori yang digunakan adalah Maqasid Shari’a Index dari Mustofa Omar Mohammed. Metode penelitian desain riset, yang meliputi konseptualisasi masalah, desain solusi dan validasi empiris. Menurut dia, dari hasil risetnya berhasil ditemukan lima hal utama.
Pertama, kombinasi ISO dan CMMI menjadi ISO-CMMI bersifat integratif, dengan empat macam kategori berbeda, yaitu: Strong (S), Large (L), Partial (P) dan Weak (W).
Kedua, perancangan MSSDI didasarkan pada hubungan integratif antara ISO-CMMI dengan Maqasid Shari’a Index (MSI).
MSSDI memiliki tujuh dimensi yang meliputi: 1. Pengembangan Ilmu Pengetahuan; 2. Penanaman dan Pengembangan Life-Skill; 3. Bagi hasil yang fair; 4. Produk dan Layanan Berkualitas; 5. Penghapusan Ketidakadilan; 6. Informasi untuk Stakeholders; 7. Kepentingan Stakeholders.
Baca Juga: Backup SATRIA-1, Indonesia Bakal Luncurkan SATRIA-2
Ketiga, penerapan MSSDI pada pengembangan software menggunakan 74 butiran indikator dengan dua opsi jawaban: True (T) dan False (F). Dengan nilai 74 indikator= 100%. Nilai T = 1, nilai F = 0.
Keempat, analisis hasil penerapan MSSDI pada pengembangan software lunak, berdasarkan jawaban responden, menunjukkan informan 1 dengan hasil 91,89%, informan 2 77,02%, dan informan 3 74,32%.
Kelima, analisis retrospektif MSSDI pada pengembangan software menunjukkan nilai 88,33% atau skor 4,42 dari Skala 5 (Likert).
"Validasi dari pakar Maqasid Shari’a menunjukkan bahwa, MSSDI layak digunakan dan dikomersialkan. Tetapi dengan cacatan menambahkan narasi yang lebih detail dan kompleks, tentang konsep Maqasid Shari’a dari para ulama Ushul Fiqh dan Maqasid itu" jelas Aulia.
Menurut Aulia Faqih, dari karya riset disertasinya masih ditemukan titik lemah secara metodologis. Karena penelitiannya menggunakan Maqasid Shari’a Index (MSI) sebagai framework dalam menganalisis ISO-CMMI. Sementara MSI yang ia pinjam, berasal dari lingkungan di luar disiplin Software Engineering.
"Tepatnya dipinjam dari ilmu Islamic Finance, lebih khusus dari Islamic Banking," imbuh dia.
Baca Juga: Huawei Free Clip Bentuk Desainnya C-Bridge, Posisinya Pas di Daun Telinga
Dengan kondisi itu, maka kesimpulan mengarah pada interkoneksi antara MSI dan ISO-CMMI.
Aulia berharap, ke depannya ia bisa meneliti tindak lanjut dengan penyempurnaan dari MSSDI, sehingga benar-benar dapat digunakan sebagai standar alternatif untuk proses pengembangan perangkat lunak selain ISO 16326 dan CMMI 3.0 Dev.
"Tentunya dengan keunggulan adanya nilai-nilai Islam yang nampak dalam standar tersebut," ungkapnya.