Techverse.asia - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah terkait dengan hal ini ialah Kemnterian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dapat menindak tegas terhadap peredaran gim online yang terbukti memiliki dampak tidak baik terhadap anak-anak.
"Sudah semestinya pemerintah (Kominfo) dalam hal ini menindak atau mengeluarkan regulasi untuk membatasi anak-anak memainkan gim online, khususnya gim online yang menjurus pada kekerasan dan seksualitas," ungkap Komisioner KPAI Kawiyan kepada awak media kami kutip, Selasa (9/4/2024).
Baca Juga: Apple Resmi Mengizinkan Emulator Gim Retro di App Store
Dia beranggapan bahwa sudah banyak kasus yang terjadi akibat gim online ke anak-anak, mulai dari kasus pornografi di Bandara Soekarno-Hatta dalam perkembangannya juga disangkakan sebagai kejahatan perdagangan orang, ini bermula dari gim online.
"Selain kasus di Soetta itu, ada kasus anak yang tega membunuh orang tuanya sendiri, lagi-lagi cuma gegara gim online. Dan masih banyak lagi kasus-kasus kriminal dampak dari gim online," kata dia.
Kawiyan menegaskan bahwa Kominfo harus tegas, memblokir, atau membatasi gim online. Selain itu, dibutuhkan juga peran dari keluarga dan sekolah harus ditingkatkan, orang tua harus ketat mengawasi anak-anaknya ketika main gim online.
"Gim-gim online yang beredar saat ini seperti gim perang-perangan. Banyak dampak negatif untuk anak-anak, sekarang ini banyak anak yang berbicara kasar, seperti mampus, sialan karena kalah dan menang permainan gim online. Sungguh sangat berbahaya gim online untuk anak-anak," terangnya.
Baca Juga: Publisher Game Wajib Berbadan Hukum Indonesia, ML dan PUBG Terancam Diblokir
KPAI pun meminta perusahaan gim tersebut ikut bertanggung jawab terhadap dampak buruk yang ditimbulkan kepada anak-anak lantaran memainkan gim-gim itu. Perusahaan gim juga perlu tanggung jawab.
"Dampak buruknya sudah luar biasa, jadi pemerintah dan kita semua jangan menganggap enteng persoalan ini, ini sudah sangat serius dan pemerintah harus membuat kebijakan khusus soal gim-gim online itu," katanya.
Terpisah, seorang Psikolog Fabiola Audrey Najoan menyebutkan bahwa pada dasarnya permainan yang lagi banyak disukai oleh anak-anak seperti Free Fire banyak sekali memaparkan atau bahkan punya misi-misi kekerasan yang harus dirampungkan.
"Anak-anak yang belum memiliki daya paham yang kuat kaitannya dengan perilaku terpuji dan tidak terpuji, sangat tak dianjurkan untuk memainkan permainan seperti ini. Selain sarat akan kekerasan, ada juga permainan online atau offline yang enggak disadari ada muatan seksualnya," ungkapnya.
Baca Juga: Industri Gim Indonesia Bakal Mencapai Rp23,6 Triliun Tahun Depan
Terlebih lagi gim online yang disertai dengan adanya chat room dapat dengan kawan atau orang asing. Ketika bertemu dengan orang yang tak dikenal itulah keamanan anak-anak patut untuk diwaspadai. Sebab, tak dapat dipungkiri kalau banyak sekali predator seksual yang kesannya baik.
"Hal itu disebut sebagai child grooming, di mana predator seksual akan mengiming-imingi anak-anak dengan beberapa hal yang mereka sukai, salah satunya adalah gift dalam gim online untuk memancing rasa percaya serta nyaman dari si anak. Jika dia sudah merasa nyaman, barulah mereka melakukan aksinya seperti yang terjadi di Bandara Soetta," ujarnya.
Selain kekerasan seksual, katanya, anak-anak pun tak dianjurkan buat memainkan gim-gim itu karena proses belajar mereka itu ialah meniru. Mereka akan mengamati tindakan-tindakan kekerasan di gim tersebut serta tak menutup kemungkinan mempraktikannya di kehidupan nyata.
"Hal ini tentu akan mempengaruhi tumbuh kembang mereka, mulai dari emosi, perilaku, hingga kognitifnya. Disarankan gim yang memuat unsur kekerasan ini apabila dalam penelitian boleh dimainkan untuk anak-anak yang usianya sudah 13 tahun ke atas dan waktu mainnya maksimal 30 menit dalam sehari," katanya.
Baca Juga: China Kuasai 30% Pasar Gim di Indonesia, Ini Upaya yang Dapat Ditiru Pengembang Lokal