Amerika Serikat mengesahkan Undang-undang (UU) yang mendesak perusahaan China, ByteDance, menjual operasional TikTok. Disahkan pada Selasa (24/4/2024), Presiden Joe Biden telah menandatanganinya.
Beberapa analis memperkirakan aplikasi tersebut bisa dijual dalam harga US$50 miliar atau Rp808 triliun.
Melansir DW, digadang-gadang hanya perusahaan seperti Apple, Amazon, Google, Meta, Microsoft atau Netflix yang dapat membeli TikTok.
Tetapi, perusahaan-perusahaan tersebut berpotensi menjadi sasaran penyidikan terkait anti-monopoli, jika membeli operasional TikTok di Amerika. Maka alternatifnya, seluruh atau sebagian TikTok dapat dipisahkan menjadi perusahaan publik independen, atau raksasa ekuitas swasta yang berbasis di Amerika Serikat kemudian mengambil tindakan.
Baca Juga: Bijak Bermedia Sosial, Jangan Sampai Ada Galih Loss Berikutnya
Lewat UU tersebut, Amerika Serikat memberikan waktu sembilan bulan kepada ByteDance dan potensi perpanjangan tiga bulan untuk menjual TikTok. Jika TikTok gagal melakukan divestasi hingga April 2025, maka aplikasi itu tidak akan bisa diunduh di App Store milik Apple dan Google Play Store.
UU itu juga memberikan wewenang kepada presiden, untuk menetapkan aplikasi lain sebagai ancaman keamanan nasional, jika berada di bawah kendali negara yang dianggap bermusuhan dengan Amerika Serikat.
Politikus AS menilai, kepemilikan ByteDance atas TikTok merupakan ancaman bagi keamanan Amerika, karena perusahaan tersebut berbasis di China. Mereka khawatir, data pengguna akan diberikan kepada pemerintah China.
Pakar keamanan siber Institut Teknologi Georgia, Milton Mueller, menilai bahwa secara teori, penjualan operasional TikTok di Amerika Serikat mungkin terjadi. Tetapi hal itu akan sangat rumit.
"Pemerintah China mungkin tidak mengizinkannya, dan tidak jelas apa keuntungannya, atau bahkan apa artinya, menjual 'bagian' dari layanan media sosial yang saling terhubung secara global," kata Mueller, masih di laman berita yang sama.
Baca Juga: Taman Hiburan Peppa Pig akan Dibangun di China, Dibuka pada 2027
Baca Juga: The Death of Slim Shady Bakal Jadi Album Eminem yang ke-12
Baca Juga: Converse Hadir Bertabur Berlian Swarovski Pada Model Chuck 70 De Luxe Squared
Pada akhirnya, UU tersebut bukan soal perbaikan bisnis atau bahkan keamanan nasional, kata dia.
"Ini adalah pion dalam persaingan kekuatan Amerika - China yang lebih luas, dan juga dieksploitasi untuk alasan simbolis," katanya.
Menurut dia, menyamakan aplikasi media sosial komersial dengan spionase, dan menyebut CEO TikTok di Singapura sebagai agen Partai Komunis Tiongkok, jelas tidak akurat. Demikian juga memaksa penjualan kepemilikan TikTok, juga akan menjadi preseden berbahaya yang dapat digunakan oleh pemerintah lain untuk melawan perusahaan media sosial Amerika.
Mueller memperkirakan proteksionisme digital akan menyebabkan berkurangnya persaingan dan inovasi di pasar media sosial. Selain itu, selalu ada ancaman keamanan nasional berikutnya.
Sementara itu, dalam sebuah laporan Reuters disebutkan, ByteDance sepertinya lebih memilih untuk menutup aplikasi TikTok ketimbang menjualnya.
Baca Juga: vivo V30e: Punya Desain Slim dan Layar Curved, Meluncur ke Indonesia 2 Mei 2024
"Algoritma yang diandalkan oleh TikTok untuk operasional, dianggap inti dari keseluruhan operasional ByteDance. Ini yang akan membuat penjualan TikTok sangat kecil kemungkinannya," kata sumber yang dikutip media itu.
TikTok menyumbang sebagian kecil dari total pendapatan dan pengguna aktif harian ByteDance. Oleh karena itu untuk skenario terburuk, induk perusahaan akan lebih memilih aplikasi ini ditutup di Amerika, daripada menjualnya.
Penutupan aplikasi TikTok di Amerika akan berdampak terbatas pada bisnis ByteDance, tetapi perusahaan tidak harus melepaskan algoritma inti.
Dalam sebuah pernyataan, ByteDance menyatakan mereka tidak akan menjual TikTok. Sementara itu, CEO TikTok, Shou Zi Chew, mengatakan bahwa perusahaan berharap dapat memenangkan gugatan hukum untuk memblokir UU tersebut.