Kebiasaan belanja impulsif yang dimiliki masyarakat di Indonesia saat ini, masih lebih condong belanja secara online. Meski demikian, sebuah survei yang dilakukan Populix menemukan, perilaku konsumen berbelanja secara offline juga masih sama dan tidak berkurang.
Quantitative Research Executive Populix, Vania Kartika Artanti, menjelaskan bahwa hal itu disebabkan adanya perasaan bahwa 'melihat langsung produk sebelum membelinya' adalah suatu keharusan.
Survei bertajuk Preferensi Konsumen dalam Belanja Online dan Offline itu juga mendapati, masih banyak konsumen yang percaya, pengalaman melihat dan menyentuh produk secara langsung dapat memberikan kejelasan dan kepuasan. Itu tidak dapat ditemukan dalam dunia belanja online.
Sedikitnya tiga alasan konsumen masih suka belanja offline antara lain:
Tangibility (kesempatan memegang dan merasakan produk secara langsung) diketahui mengambil porsi 77%,
Tidak ada biaya pengiriman menjadi alasan 66% responden,
Jarak toko yang dekat 62%.
Selain itu, keengganan untuk berbelanja secara online juga bisa berasal dari kekhawatiran terkait pengiriman.
"Konsumen mungkin khawatir bahwa produk yang dipesan secara online dapat rusak atau hilang selama proses pengiriman. Dengan berbelanja langsung di toko, mereka dapat menghindari risiko ini dan memastikan bahwa produk yang mereka beli dalam kondisi yang baik," ungkapnya, seperti di laman Populix, dikutip Jumat (3/5/2024).
Lebih jauh dijelaskan, belanja online memang memberikan kemudahan dan aksesibilitas yang sangat disukai oleh konsumen. Selain itu, preferensi terhadap belanja online utamanya dipengaruhi oleh faktor harga dan promosi.
Dibandingkan dengan belanja offline, promosi dalam belanja online cenderung lebih masif, terutama dengan keberadaan e-commerce yang memudahkan para pembeli.
Keberagaman penawaran dan kemudahan aksesibilitas promosi online, juga membuatnya lebih menarik bagi konsumen.
E-commerce menyediakan platform yang memungkinkan penjual untuk secara agresif memasarkan produk mereka dengan berbagai diskon, promo, dan penawaran khusus, yang mungkin sulit ditemui dalam pengalaman belanja konvensional. Sehingga, meskipun aspek melihat langsung produk masih penting, nilai ekonomis dan keuntungan promosi menjadi faktor utama yang mendorong preferensi belanja online.
Kendati demikian, pengalaman belanja offline memberikan sejumlah nilai tambah, misalnya saja mencakup aspek interaksi langsung dengan produk, serta minim risiko ketidakpastian terkait pengiriman.
"Masyarakat cenderung mempertahankan keseimbangan, antara kenyamanan dan kepraktisan belanja online dengan pengalaman langsung, dan kejelasan produk dalam belanja offline," lanjut Vania.
Baca Juga: Pemblokiran Gim Online Masih Membutuhkan Kajian Mendalam
Baca Juga: Spotify Diam-diam Menyumbikan Fitur Lirik ke Langganan Berbayar
Sementara itu, Head of Research Populix, Indah Tanip, menyatakan bahwa transformasi perilaku belanja konsumen pasca pandemi Covid-19 menarik untuk diamati.
Riset Populix sempat membandingkan preferensi belanja konsumen sebelum, selama, dan setelah pandemi.
Dikarenakan faktor kesehatan dan pembatasan aktivitas sosial, sebanyak 54% dari responden aktif lebih memilih belanja online selama pandemi. Namun, setelah pandemi berakhir, 49% masih memilih belanja online.
Seiring waktu, nampak ada peningkatan signifikan dalam konsumen yang memilih belanja offline setelah pandemi.
Baca Juga: Resmi Rujuk, TikTok dan Universal Music Group Mengakhiri Perseteruan Mereka
Data survei Populix menyebut, konsumen yang lebih memilih aktivitas belanja offline setelah masa pandemi berakhir, mengalami kenaikan hingga lebih dari 2 kali lipat.
Secara detail produk, barang-barang dibeli secara online, sebanyak 46% merupakan produk fesyen dan kecantikan. Sementara kebutuhan sehari-hari seperti bahan makanan lebih banyak dibeli secara offline, dengan persentase 34%.
Selain itu, riset ini juga menyoroti beberapa faktor pendorong yang membuat konsumen memilih melakukan pembelian baik secara online maupun offline.
"Belanja online dipilih karena lebih praktis (67 persen) dan mudah membandingkan harga (66 persen). Dua faktor itu menjadi pertimbangan utama konsumen berbelanja secara online," sebut Indah.
"Kemudian, diikuti dengan alasan ketersediaan berbagai metode pembayaran (60 persen) di posisi ketiga. Kemudahan proses pengembalian barang (25 persen) juga menjadi salah satu alasan penting bagi konsumen untuk berbelanja online," lanjutnya.
Menurut Indah, pada akhirnya, transaksi belanja offline maupun online memiliki peranan yang sangat penting dalam mendorong kemajuan perekonomian di Indonesia.