Alasan Teknologi Kecerdasan Buatan Tak Bisa Gantikan Peran Dokter dan Nakes

Rahmat Jiwandono
Kamis 02 Januari 2025, 17:50 WIB
Ilustrasi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). (Sumber: istockphoto)

Ilustrasi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). (Sumber: istockphoto)

Techverse.asia - Teknologi kecerdasan buatan alias Artificial Intelligence (AI) menawarkan tingkat akurasi tinggi dalam melakukan diagnostik medis serta menawarkan sudut pandang baru mengenai bagaimana teknologi tersebut bisa diimasukkan ke dalam praktik kesehatan di masa depan.

Hal itu turut didukung dengan sejumlah temuan penelitian yang telah dipublikasikan. Pemanfaatan AI diketahui mampu mengidentifikasi penyakit secara cepat berdasarkan suatu gejala yang ada. Lantas ini menjadi potensi yang besar, utamanya dalam situasi di mana efisiensi dan perluasan layanan kesehatan sangat dibutuhkan.

Namun demikian, Chief of Technology Transformation Office (CTTO) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Setiaji menandaskan bahwa penerapan kecerdasan buatan tersebut tetap harus mengedepankan keselamatan sang pasien.

Baca Juga: CES 2025: LG akan Perkenalkan Jajaran Laptop Gram Bertenaga AI

"Dokter-dokter tetap harus memposisikan diri mereka menjadi penentu keputusan (decision maker), khususnya dalam urusan pertimbangan kemanusiaan dan etika medis, serta memposisikan AI sebagai pemberi rekomendasi diagnosis," ujar Setiaji dinukil dari laman resmi Kemenkes, Kamis (2/1/2025).

Dikatakannya bahwa teknologi kecerdasan buatan selayaknya dijadikan sebagai alat bantu yang mendukung dokter terkait dengan pengambil keputusan medis yang lebih cepat dan berdasarkan informasi yang ada.

"Integrasi kecerdasan buatan ke dalam praktik klinis harus dilakukan dengan mengutamakan etika dan keselamatan pasien," katanya.

Dalam praktik medis, sambungnya, integrasi kecerdasan buatan juga wajib memastikan bahwa penerapan teknologi bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan tanpa mengabaikan pentingnya keahlian medis yang dimiliki oleh manusia.

Baca Juga: Indonesia Ternyata Masih Kekurangan Profesi Dokter

Untuk itu, penting dalam melakukan penelitian kritis untuk memahami dan menerapkan hasil penelitian kaitannya dengan tingkat akurasi kecerdasan buatan dalam praktik medis sehari-hari di Tanah Air.

"Sangat penting untuk mempertimbangkan metodologi penelitian yang digunakan oleh kecerdasan buatan, termasuk jenis data yang diolah, program yang dilaksanakan, dan apakah hasil sampel penelitian itu telah mempresentasikan populasi secara umum," papar dia.

Penelitian yang dilakukan di lingkungan yang terkontrol mungkin belum bisa menggambarkan kompleksitas suatu kasus yang dihadapi oleh praktik klinis, khususnya yang ada di Indonesia.

Baca Juga: 5 Risiko Ancaman Bencana dari Kecerdasan Buatan

Di sisi lain, pemahaman hasil penelitian kecerdasan buatan juga harus mempertimbangkan keragaman gejala yang bisa dimiliki oleh penyakit yang berbeda. Kecerdasan buatan mungkin tidak bisa menggantikan evaluasi medis individual yang komprehensif lantaran butuh interaksi langsung antara dokter dengan pasien.

"Dokter punya keahlian unik dalam menilai beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi kesehatan seseorang, seperti riwayat kesehatan, kondisi lingkungan, dan gaya hidup yang dilakoni," imbuh dia.

Menurut dia, pemanfaatan AI dalam menyajikan informasi kesehatan untuk masyarakat juga perlu dipahami dengan bijak. Pasalnya, kecerdasan buatan seperti AI tersebut pada dasarnya bekerja dengan cara mengolah informasi yang telah diprogram dan mempelajari data yang tersedia dari berbagai sumber.

"Hal itu mungkin tak selalu mencakup analisis yang spesifik terhadap kondisi medis pada suatu individu," katanya.

Baca Juga: YouTube Akan Hapus Konten Misinformasi Medis

Meskipun ada teknologi seperti ChatGPT mampu memberikan panduan maupun informasi awal tentang kesehatan, tapi teknologi ini tak bisa menggantikan peran serta keahlian seorang dokter sebagai tenaga medis yang tak cuma memeriksa gejala yang dialami individu sebagai seorang pasien, namun juga mempertimbangkan sejumlaj faktor lainnya.

Misal, alergi, lingkungan, riwayat kesehatan, hingga gaya hidup, sampai hal-hal penting lainnya yang dinilai penting buat dianalisis serta diketahui. Diagnosis serta pengobatan yang akurat terkadang memerlukan pemeriksaan fisik, tes laboratorium, dan prosedur diagnostik lanjutan yang cuma bisa dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan (nakes).

"Oleh karenanya, sangat penting bagi masyarakat untuk hanya menggunakan AI sebagai sumber informasi awal saja dan melanjutkannya dengan konsultasi medis dari dokter atau nakes untuk memperoleh penilaian kesehatan yang lebih komprehensif, serta perawatan dan pengobatan yang sesuai," ujar dia.

Baca Juga: Perkuat Kepemimpinan dalam Teknologi Kesehatan, Samsung Mengakuisisi Sonio

Follow Berita Techverse.Asia di Google News
Berita Terkait Berita Terkini
Lifestyle03 Januari 2025, 18:55 WIB

Jakpat Beauty Trend Report 2024: Pria Pakai Skincare Tak Lagi Dicap Feminin

Skincare untuk pria tidak hanya menjadi pasar yang menjanjikan tetapi juga sarana untuk mendorong transformasi budaya dalam perawatan diri.
Laporan Jakpat tentang pria yang sadar untuk merawat kulit mereka. (Sumber: istimewa)
Lifestyle03 Januari 2025, 17:45 WIB

Somethinc Umumkan Calm Down Gentle Micellar Water Khusus untuk Kulit Sensitif

Somethinc rilis micellar water terbaru untuk kulit sesitif.
Somethinc resmi merilis Calm Down Gentle Micellar Water. (Sumber: istimewa)
Lifestyle03 Januari 2025, 17:02 WIB

Cosrx Luncurkan Patch dan Masker Advanced Snail Mucin Glass

Dua produk ini sudah bisa dibeli secara online.
Cosrx Collagen Hydrogel Eye Patch. (Sumber: cosrx)
Lifestyle03 Januari 2025, 16:46 WIB

Amaterasun Pasarkan 7 Sunscreen untuk Berbagai Jenis Kulit Masyarakat Indonesia

Kenali jenis kulitmu dan gunakan sunscreen Amaterasun yang cocok.
Amaterasun rilis tujuh sunscreen untuk berbagai jenis kulit. (Sumber: amaterasun)
Techno03 Januari 2025, 15:42 WIB

Apple Bakal Ubah Nama iPhone SE 4 Menjadi iPhone 16E?

Ponsel pintar ini dirumorkan akan diluncurkan pada Maret tahun ini.
Bocoran konsep desain iPhone 16E. (Sumber: istimewa)
Techno03 Januari 2025, 15:20 WIB

ASUS Meluncurkan 2 Monitor Gaming Baru, Apa Saja?

Dua monitor gaming ini dilengkapi dengan panel QD-OLED generasi ke-4 terbaru.
ASUS ROG Swift OLED PG27UCDM. (Sumber: ASUS ROG)
Techno03 Januari 2025, 14:49 WIB

Sepanjang 2024 Bappebti Blokir Seribu Lebih Domain Situs Web Entitas PBK Ilegal

Langkah ini dianggap efektif dalam upaya mencegah potensi kerugian masyarakat akibat aktivitas di bidang PBK.
Kementerian Perdagangan.
Techno03 Januari 2025, 13:58 WIB

MSI MPG 322URX: Monitor Gaming QD-OLED Beresolusi 4K dengan DisplayPort

Monitor gaming diperkenalkan dalam gelaran CES 2025.
MSI meluncurkan monitor gaming baru yakni MPG 322URX. (Sumber: MSI)
Startup02 Januari 2025, 18:58 WIB

Strategi Komerce Tumbuhkan Pendapatan pada 2024 dan Rencananya di 2025

Dengan potensi pasar sebesar 17 juta penjual online di Indonesia, Komerce berkomitmen memperkuat posisinya sebagai pemimpin layanan e-commerce bagi UMKM.
Komerce. (Sumber: komerce)
Automotive02 Januari 2025, 18:33 WIB

Eksterior New Mitsubshi Expander Cross Tampil Mewah Berkat Desain Dynamic Shield

Mitsubishi menghadirkan sensasi kemewahan pada New Xpander Cross.
New Mitsubishi Xpander Cross. (Sumber: Mitsubishi)