Techverse.asia - Google melaporkan penurunan laba yang tajam selama paruh terakhir bulan Oktober 2022. Perusahaan media sosial seperti Meta mengatakan bahwa penjualan iklan yang menjadi jantung bisnis mereka, merosot dengan cepat.
Microsoft mungkin pelaku industri teknologi yang paling andal, tapi mereka pun tak luput dari perlambatan laba setidaknya hingga akhir tahun. Perusahaan teknologi memimpin ekonomi AS selama dekade terakhir dan mendukung pasar saham selama hari-hari terburuk virus corona.
Sekarang di tengah inflasi yang membandel dan kenaikan suku bunga, bahkan perusahaan teknologi raksasa pun memberi sinyal bahwa hari-hari sulit mungkin akan datang. Perusahaan menavigasi masalah sama seperti ekonom lainnya.
Didorong oleh belanja konsumen yang agresif selama pandemi, mereka berinvestasi untuk memenuhi permintaan. Sekarang, karena permintaan melambat, mereka mencoba menyesuikan dan hal itu tidak mudah.
Melansir dari The New York Times pada Jumat (28/11/2022), Amazon yang memiliki 798 ribu karyawan pada awal 2020, mengurangi hampir 100 ribu tenaga kerja pada akhir Maret tahun ini. Mereka menutup beberapa gedung perusahaan, membatalkan penyewaan bangunan, serta menunda rencana untuk menambah fasilitas pekerja. Perkiraan laba yang telah dibuat perusahaan teknologi besar juga meleset.
Google dan Microsoft menghasilkan laba sebesar 31,5 miliar dollar pada kuartal terakhir. Apple diperkirakan meraih keuntungan lebih dari 20 miliar dollar dalam satu kuartal, yang jika perkiraan itu meleset tentu akan mengecewakan. Tapi angka-angka ini menunjukkan bahwa mereka mengalami kemunduran.
Rintangan sebenarnya dari perusahaan teknologi besar adalah bahwa mereka belum menemukan ide baru yang bisa menguntungkan. Google dan Meta masih mengandalkan sebagian besar penjualan iklan. iPhone meski selama 15 tahun berhasil menjungkirbalikkan industri, namun masih bergantung pada satu keuntungan yakni penjualan produk.
Hal ini membuat beberapa dari mereka rentan terhadap perusahaan baru yang tengah berkembang. YouTube misalnya, yang dimiliki Google, juga platform media sosial Facebook dan Instagram Meta, sedang dikacaukan oleh TikTok yang jauh lebih muda. Meta mengatakan pada Rabu 26 Oktober 2022 bahwa labanya pada kuartal terakhir turun 50 persen dari tahun lalu.
Perlambatan yang lebih parah juga terjadi pada nilai crypto. Nilai bitcoin telah anjlok dua pertiga tahun ini, menyeret sejumlah start-up ke level bawah.
Uber sebagai pelopor transportasi online, telah memangkas pengeluaran karena investor kehilangan kesabaran dengan bisnis yang tidak menguntungkan. Perusahaan semikonduktor memotong pengeluaran untuk pabrik dan mesin karena penjualan PC, smartphone, dan peralatan perangkat melambat. Lockdown terkait covid di China semakin memperburuk keadaan.
"Kami berada di musim dingin yang gelap. Dari perusahaan kecil hingga besar, tidak ada yang kebal," kata Brent Thill, analis teknologi di perusahaan investasi Jefferies.
Google dan Microsoft menyakinkan investor bahwa mereka akan memperlambat perekrutan dan memantau kenaikan biaya energi. Apple berencana untuk lebih hati-hati tentang bagaimana memperluas tenaga kerjanya saat ekonomi sedang berjuang. Sedangkan perusahaan lain mulai menerapkan strategi baru.
Netflix yang melemah karena pertumbuhan langganan melambat, berharap untuk menghidupkan kembali bisnisnya dengan merilis layanan murah yang akan disubsidi oleh iklan. Meta menuangkan miliaran modal ke dalam pembangunan metaverse, yang diharapkan akan menjadi hal besar berikutnya dalam dunia teknologi.
Meski tentu saja investasi ini menghabiskan banyak uang bagi perusahaan.
Meta mengatakan telah kehilangan 3,7 miliar dollar untuk investasi metaverse, lebih besar dibanding tahun sebelumnya yang hanya mengeluarkan 2,6 miliar dollar.
"Dengar, saya mengerti bahwa banyak orang mungkin tidak setuju dengan investasi ini. Tapi apa yang bisa saya katakan, saya pikir ini akan menjadi hal yang sangat penting dan saya pikir akan menjadi kesalahan bagi kami jika tidak fokus pada area ini," kata Mark Zuckerberg kepada eksekutif Meta melalui telepon.
Selama hampir tiga tahun perusahaan teknologi menggelembung ketika kebijakan beraktivitas (baik sekolah maupun bekerja) dari rumah diberlakukan selama pandemi covid. Karyawan dan mahasiswa menghabiskan banyak uang untuk smartphone dan komputer.
Bisnis mendukung pekerjaan jarak jauh dengan membeli penyimpanan cloud dan perangkat lunak konferensi video. Dan orang-orang yang terjebak di rumah beralih ke belanja online, yang memaksa usaha kecil untuk menuangkan uang ke iklan digital dengan harapan menarik pelanggan potensial.
Namun kini terbukti tidak mungkin lagi bagi perusahaan teknologi untuk mempertahankan pertumbuhan ini. Penjualan smartphone dan komputer melambat di seluruh dunia. Pembeli telah kembali beralih ke toko dan mulai membelanjakan uang mereka untuk perjalanan, konser, dan acara olahraga.
Momen tatap muka yang pernah mereka korbankan kini menggeliat lagi. Pada akhirnya hal-hal ini justru menjadi sinyal kesulitan untuk perusahan-perusahaan teknologi.
Penulis: Galuh Palupi