Techverse.asia - Pasar kripto secara umum menghijau dalam satu pekan terakhir. Harga Bitcoin yang sempat melemah ke level $75 ribu telah kembali ke level US$85 ribu dan berfluktuasi di area tersebut sejak akhir pekan lalu (12/4/2025).
Namun, sejumlah sentimen positif seperti diantaranya dari pelonggaran kebijakan tarif AS khususnya terhadap negara-negara yang tidak memberlakukan kenaikan tarif balasan dan data inflasi CPI Maret yang lebih baik dari ekspektasi, belum mampu mendorong reli lanjutan.
Kendati demikian, sentimen-sentimen positif tersebut berhasil membuat Bitcoin bertahan di level harga yang ada saat ini di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi ke depan.
Baca Juga: Samsung Rilis XCover 7 Pro dan Active 5 Pro, Begini Spesifikasi Lengkapnya
Merespons kondisi tersebut, Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin mengatakan minggu ini Bitcoin kemungkinan masih akan mencoba untuk menembus garis tren sideways yang apabila terjadi berpotensi memicu kenaikan lanjutan ke level US$95 ribu.
"Akan tetapi, potensi penurunan dari level yang ada saat ini hingga menyentuh area US$74 ribu cukup terbuka. Data penjualan ritel AS yang akan dirilis pada hari ini menjadi salah satu variabel yang cukup diantisipasi oleh para investor," katanya, Rabu (16/4/2025).
Menurutnya, data yang akan mencerminkan tingkat kepercayaan diri konsumen di AS di tengah perkembangan kebijakan ekonomi dan outlook ke depan yang ada tersebut dapat memberikan gambaran terhadap risiko resesi dan inflasi yang membayangi ekonomi saat ini.
Fahmi menyampaikan, update data money supply M2 pada 22 April ini juga akan menjadi variabel yang menarik untuk diperhatikan investor. Saat ini, data M2 bulan Februari yang dirilis pada 25 Maret lalu berada di angka US$21.671 miliar yang merupakan salah satu angka tertingginya sepanjang masa.
Baca Juga: Data Inflasi PCE AS Jadi Katalis Reli Kripto dan Saham AS?
"Berlanjutnya peningkatan suplai uang beredar dapat mendorong pertumbuhan aset-aset berisiko ketika situasi dirasa telah lebih kondusif," imbuhnya.
Di sisi lain, indeks DXY yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap sekumpulan mata uang lain saat ini berada pada level terendahnya sejak April 2022.
"Kondisi dolar AS yang melemah dapat memicu investor AS untuk mencari aset alternatif seperti Bitcoin maupun altcoin dengan kekuatan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang cukup solid," ujarnya.
Tidak jarang situasi tersebut dapat mengindikasikan awal dari potensi akan dimulainya kembali reli di pasar kripto seperti yang pernah terjadi pada akhir tahun 2017 lalu.
Baca Juga: The Fed Pertahankan Suku Bunga, Bitcoin Bertahan Dalam Tekanan
Di tengah situasi yang ada, Fahmi mengimbau investor untuk tidak terlalu khawatir dengan prospek pasar kripto ke depan, sebab beberapa indikator menyatakan potensi yang ada masih cukup solid, bahkan potensi kembali terjadinya reli besar juga cukup terbuka.
"Semakin besarnya ukuran pasar kripto saat ini tentu memberikan tantangan lebih bagi para investor, khususnya yang baru memulai investasi. Investor dapat memantau perkembangan pasar terkini melalui sumber informasi yang akurat dan mudah dimengerti, seperti Learning Hub yang disediakan Reku melalui aplikasi dan website, serta diperbarui secara harian," paparnya.
Selain itu, strategi seperti dollar cost averaging (DCA) di mana investor mengakumulasi aset secara bertahap setiap periode tertentu seperti misalnya sebulan sekali juga menjadi opsi yang cukup menarik bagi investor pemula.
Baca Juga: Lenovo ThinkBook Flip AI PC Concept: Layar OLED yang Dapat Dilipat Keluar
Dalam melakukan DCA, investor dapat mengoptimalkan fitur yang memudahkan berinvestasi ke aset kripto potensial. Misalnya di fitur Packs di Reku, investor bisa berinvestasi pada berbagai crypto blue chip dengan performa terbaik dalam sekali swipe untuk memudahkan diversifikasi.
"Terlebih, fitur Packs yang dilengkapi dengan sistem Rebalancing akan membantu investor menyesuaikan alokasi investasinya sesuai dengan kondisi pasar secara otomatis. Dengan begitu, strategi DCA yang dilakukan dapat lebih mudah, praktis, dan optimal," katanya.