Techverse.asia - Belum lama ini, Bappebti melaporkan bahwa jumlah investor kripto di Indonesia sudah ada 19,75 juta orang per Maret 2024. Kenaikan jumlah investor itu juga diikuti dengan lonjakan volume transaksi kripto di dalam negeri yang mencapai Rp103,58 triliun, naik 207,5 persen dibandingkan Februari 2024 secara month-to-month.
Merespons kondisi ini, Chief Compliance Officer (COO) Reku Robby menyampaikan, pencapaian tersebut menandakan besarnya minat serta antusiasme masyarakat terhadap aset kripto. Aset kripto disebut semakin menjadi pilihan investasi masyarakat Indonesia.
"Apalagi halving tahun ini terbilang unik karena Bitcoin mencapai harga tertinggi (All Time High) di level Rp1 miliar bahkan sebelum momen tersebut terjadi. Performa Bitcoin ini menggambarkan kecocokan Bitcoin sebagai penyimpanan aset (safe haven) dan membuat Bitcoin kian menarik buat masyarakat," ujarnya, Jumat (10/5/2024).
Reku optimistis terhadap pertumbuhan ketertarikan publik terhadap aset kripto ke depannya. Dari aspek regulasi, aset kripto adalah industri yang telah diatur secara komprehensif, mulai dari panduan untuk mengatur perdagangan aset kripto, tindak pidana pencucian uang (TPPU), sampai Self Regulatory Organization (SRO) yang terdiri atas lembaga bursa, kliring, penyimpanan dana atau depositori.
Baca Juga: TikTok Menambahkan Label Secara Otomatis yang Dihasilkan AI Generatif di Aplikasinya
"Dukungan penuh dari pemerintah tersebut menunjukkan keseriusan dalam melindungi investor aset kripto di Indonesia. Selain itu, pada dasarnya aset kripto merupakan instumen investasi yang bisa dimanfaatkan oleh para investor jangka pendek, menengah, dan panjang," terangnya.
Sehingga bukan hanya trader saja yang bisa punya aset kripto. Meskipun dikenal sebagai kelas aset yang volatile, setiap aset kripto punya karakteristik sendiri yang dapat dioptimalkan ke masing-masing investor. Misalnya, investor jangka menengah hingga jangka panjang yang cenderung menghindari fluktuasi tajam, bisa mempertimbangkan stablecoin, dan aset kripto bluechip seperti Bitcoin.
Sementara itu, investor yang hendak memanfaatkan momentum dan potensi kenaikan nilai yang lebih signifikan bisa memilih altcoin yang potensial sesuai dengan sektor yang diminati. Tentunya setiap keputusan investasi butuh pertimbangan yang cermat dan bijak.
Bertepatan dengan Bulan Literasi Kripto (BLK), Robby berharap pemahaman serta adopsi masyarakat terhadap pasar kripto bisa digenjot. Selama BLK pada bulan ini, seluruh stakeholders di ekosistem kripto bersama-sama menggencarkan literasi.
Baca Juga: Memodifikasi Kebaya Harus Tetap Selaraskan Estetika dan Sejarah
"Ini tentu bisa mendorong pertumbuhan ekosistem kripto ke arah yang lebih positif dan menjangkau lebih banyak masyarakat untuk melek dan investasi ke kripto. Selain itu, walaupun pasar kripto saat ini sedang dalam kondisi landai atau sideways, tapi optimisme pasar kripto untuk menghijau terus terbuka," katanya.
Optimisme
Crypto Researcher Reku, Fahmi Almuttaqin mengatakan, hal ini dapat dilihat pada situasi saat ini di mana estimasi biaya rata-rata untuk menambang Bitcoin telah mencapai kenaikan yang signifikan.
Data macromicro.me bahkan mencatat biaya rata-rata untuk menambang satu Bitcoin dalam beberapa hari pasca-halving 20 April berada di kisaran angka US$90 ribu atau sekitar Rp1,5 miliar. Selanjutnya melansir data Asic Miner Value menunjukkan tren yang sama meskipun dengan tingkat biaya operasional yang lebih rendah.
"Biaya menambang yang lebih tinggi dari harga pasar Bitcoin tersebut menunjukkan tingginya optimisme para miner yang terus menambang Bitcoin terlepas dari berkurangnya reward pasca-halving," ujarnya.
Baca Juga: Kominfo Gandeng ABI, Upbit Dukung Pembangunan Ekosistem Blockchain
Sementara data Asic Miner Value menunjukkan bahwa alat hardware untuk menambang Bitcoin keluaran terbaru, dengan biaya listrik $0,12/KWh- kompak menunjukkan profitabilitas yang negatif. Masih relatif terjaganya hash rate atau kekuatan komputer yang menambang Bitcoin di situasi yang seperti ini turut menggambarkan resiliensi para miner yang juga dapat berimbas pada optimisme pasar terhadap kekuatan keamanan blockchain Bitcoin.
"Dengan harga Bitcoin yang secara historis selalu mengikuti pola pergerakan average mining cost dalam jangka waktu yang sedikit lebih lama, maka data-data ini tentu dapat memberikan optimisme terhadap arah harga Bitcoin ke depan," ujarnya.
Apabila tren yang ada berlanjut dan average mining cost akan bertahan di level US$100 ribu pada hari-hari setelah ini, artinya sedang melihat terbukanya kemungkinan harga pasar Bitcoin untuk melampaui angka tersebut dalam beberapa bulan ke depan.
Baca Juga: Perjalanan Pemakaian Kripto Mulai 2009 hingga Situasi Terkini