Baru 2,5% Wilayah Indonesia Tercakupi Jaringan 5G

(ilustrasi) Baru 2,5% wilayah Indonesia yang mendapatkan akses internet 5G (Sumber: freepik)

Setelah kali pertama mulai diterapkan di Indonesia pada 2021, hingga saat ini diketahui baru 2,5% wilayah Indonesia yang mendapatkan akses internet 5G. Hal itu diungkapkan oleh Direktorat Pengembangan Pitalebar Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo RI).

Dalam data yang mereka miliki, tercatat berikut tincian cakupan frekuensi internet di Indonesia, yang meliputi:

2G: 98,59%

3G: 68,16%

4G: 96,84%

5G: 2,5%.

Baca Juga: PM Malaysia Anwar Ibrahim Kritik Kebijakan Instagram

Direktur Pengembangan Pitalebar Kominfo RI, Marvels Parsaoran Situmorang, mengungkapkan ada sejumlah faktor penyebab cakupan 5G di Indonesia baru 2,5%.

Pertama, penggunaan alias use case yang belum banyak.

Kedua, infrastruktur pendukung yang belum cukup misalnya, menara internet base transceiver station atau BTS harus menggunakan serat fiber bukan microwave.

"Ini supaya latensi kecil," kata Marvels, dalam wawancaranya bersama Katadata, kami kutip Jumat (2/8/2024).

Baca Juga: Blade Dijadwalkan Tayang Tahun Depan, Wesley Snipes Tetap Jadi Aktor Utamanya?

Baca Juga: Honor Rilis Ikarao Mini Speaker, Walau Mungil Tahan 8 Jam

Pada 2020, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo RI, Ismail, telah menyampaikan beberapa tantangan yang harus diatasi dalam pengembangan 5G di Indonesia.

Pertama, fiberisasi kabel atau upaya memodernisasi jaringan dengan cara menghubungkan BTS melalui jalur fiber. Menurut dia, tanpa fiberisasi, kecepatan internet dengan penerapan 5G tidak akan maksimal.

"Akan terjadi perlambatan atau bottlenecking di jaringan masing-masing operator, sehingga masyarakat tidak memperoleh manfaat 5G secara maksimal," kata Ismail.

Ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama dari penerapan 2G hingga 4G. Oleh karena, infrastruktur termasuk jaringan fiber ingin dipersiapkan terlebih dulu sebelum menerapkan 5G.

"Fiberisasi ini isu krusial," imbuh dia.

Kedua, harmonisasi regulasi dengan pemerintah daerah atau pemda.

Utamanya, memberikan kemudahan dan fleksibilitas lebih kepada operator telekomunikasi dalam mengakses tiang, saluran, dan gedung saat membangun jaringan 5G.

Ketiga, frekuensi. Ada tiga spektrum yang dikaji yakni 700 Mhz, 2,6 Ghz, dan 3,5 Ghz. Untuk frekuensi 700 Mhz, Kominfo sudah mengalihkan spektrum ini untuk 5G setelah televisi analog dialihkan ke TV digital.

Frekuensi 2,6 Ghz digunakan untuk BSS atau radio, sementara 3,5 Ghz untuk FSS atau satelit tetap.

Kementerian sudah beberapa kali menguji coba penggunaan 3,5 Ghz untuk 5G, dan hasilnya tidak mengganggu satelit.

Keempat, mengkaji ekosistem yang tepat untuk menggunakan 5G, salah satunya di kawasan industri.

Selain itu, kementerian mengkaji banyak tidaknya perangkat seperti ponsel atau laptop yang menggunakan 5G.

Pengkajian ekosistem diperlukan agar biaya investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan telekomunikasi menjadi lebih murah.

Baca Juga: Laporan Glints dan MHV: Gaji Startup di Posisi Junior AI Bisa Tembus Rp64 Juta Sebulan

Sebetulnya, apa kelebihan adanya cakupan 5G yang lebih baik di Indonesia?

Terlebih kita sudah memahami, bahwa kehadiran 5G ini menawarkan kecepatan internet dan bandwidth yang lebih besar, sehingga nantinya akan memberikan pengalaman internet yang jauh lebih lancar.

5G mendapatkan sedikitnya peningkatan 100 kali lipat ketimbang jaringan 4G, yakni mencapai 10 Gbps. Latensi yang terjadi saat mengakses internet juga akan jauh berkurang.

Dengan demikian, penerapan 5G memungkinkan kita melakukan berbagai aktivitas secara lebih lancar, mulai dari streaming film, bermain gim online, hingga mengunduh dokumen dalam ukuran besar.

Manfaat 5G juga dapat dirasakan pada implementasi teknologi berbasis cloud. 5G juga akan mendukung penerapan teknologi virtual reality (VR), augmented reality (AR), bahkan mixed reality (MR).

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI