Pemerintah Prancis Menyebut Ada 12 Tuduhan yang Menyebabkan Pavel Durov Ditahan

Pihak berwenang Prancis menyatakan total ada 12 tuduhan yang melatarbelakangi penangkapan CEO Telegram, Pavel Durov (Sumber: Telegram)

Pihak berwenang Prancis mengungkap alasan di balik penangkapan pendiri dan CEO Telegram Pavel Durov.

Menurut laporan Engadget, penangkapan Durov dilakukan sebagai tanggapan atas serangkaian tuduhan, termasuk keterlibatan dalam 'mendistribusikan, menawarkan, atau menyediakan gambar-gambar pornografi anak di bawah umur, dalam sebuah kelompok terorganisasi.'

"Tuduhan tersebut berasal dari penyelidikan yudisial yang dibuka pada 8 Juli terhadap seorang individu yang tidak disebutkan namanya," ungkap tulisan di media itu, dikutip Rabu (28/8/2024).

Rilis yang ditulis oleh Jaksa Penuntut Republik Laure Beccuau merinci total 12 tuduhan harus ditanggung pundak Pavel Durov. Termasuk pencucian uang, perdagangan narkoba, penipuan, menjalankan platform daring yang memungkinkan transaksi ilegal, dan memiliki pornografi anak. Durov dapat ditahan hingga 28 Agustus.

Baca Juga: adidas dan Damian Lillard Hadirkan Produk Kolaborasi dengan Bape®

Penangkapan tersebut telah menimbulkan pertanyaan, tentang seberapa besar tanggung jawab para pemimpin atas apa yang terjadi di platform mereka.

Seperti yang tertulis dalam keterangan pendek di akun X milik Telegram, pada Minggu malam, berbunyi:

"Telegram mematuhi hukum Uni Eropa, termasuk Undang-Undang Layanan Digital - moderasinya sesuai dengan standar industri dan terus ditingkatkan.

CEO Telegram Pavel Durov tidak menyembunyikan apa pun dan sering bepergian ke Eropa.

Tidak masuk akal untuk mengklaim bahwa suatu platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan [yang dilakukan oleh pengguna] platform tersebut.

Kami sedang menunggu penyelesaian segera dari situasi ini. Telegram bersama kalian semua," tulis perusahaan diiringi emoticon bergambar hati.

Kemudian, ada juga protes dari orang-orang seperti Elon Musk, pemilik X yang mengunggah tagar '#FreePavel' di X, dan whistleblower NSA yang sekarang warga negara Rusia Edward Snowden, menyebut penangkapan Durov bermotif politik.

CEO Telegram, Pavel Durov (sumber: Reuters via Al Jazeera)

Baca Juga: Samsung Food+ Telah Ditambahkan Teknologi Vision AI, Potret Makanan Bisa Langsung Jadi Food List

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menanggapi di X atas informasi yang mengatakan bahwa penangkapan Pavel Durov bermotif politik.

"Prancis sangat berkomitmen pada kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, pada inovasi, dan pada semangat kewirausahaan. Itu akan tetap demikian," kata Macron disampaikan pada 26 Agustus 2024.

"Di negara yang diatur oleh aturan hukum, kebebasan ditegakkan dalam kerangka hukum, baik di media sosial maupun dalam kehidupan nyata, untuk melindungi warga negara dan menghormati hak-hak fundamental mereka. Terserah kepada peradilan, dengan independensi penuh, untuk menegakkan hukum," lanjut dia.

Cuitan Emmanuel Macron dalam bahasa Prancis, perihal penangkapan Pavel Durov (sumber: X)

Baca Juga: Legenda Sepak Bola Ruud Gullit Tampil dalam Kampanye Pemasaran Skechers Benelux

Baca Juga: Indonesia Masih Panas! Ini Daftar Makanan dan Minuman yang Membantu Menjauhimu dari Dehidrasi

Sebelumnya, Pavel Durov ditangkap oleh polisi Prancis di bandara France’s Le Bourget, utara Paris, 24 Agustus 2024. Penangkapan dan penahanan Durov dilakukan setelah jet pribadinya mendarat di bandara.

Durov ditangkap berdasarkan surat perintah atas pelanggaran yang terkait dengan aplikasi pengiriman pesan populer tersebut.

Investigasi yang diakses lewat laporan BBC itu mengungkap kurangnya moderasi dalam aplikasi yang dikembangkan oleh Durov. Dan Durov dituduh gagal mengambil langkah-langkah untuk mengekang penggunaan Telegram secara kriminal.

"Aplikasi tersebut dituduh gagal bekerja sama dengan penegak hukum terkait perdagangan narkoba, konten seksual anak, dan penipuan," demikian juga berita sejumlah media.

Telegram sebelumnya membantah memiliki moderasi yang tidak memadai.

Telegram sangat populer di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet. Ia meninggalkan Rusia pada 2014, setelah menolak mematuhi tuntutan pemerintah untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosial VKontakte miliknya, yang ia jual.

Aplikasi tersebut pernah dilarang di Rusia pada 2018, setelah sebelumnya mereka menolak untuk menyerahkan data pengguna. Larangan tersebut kemudian dicabut pada 2021.

Telegram yang didirikan pada 2013 itu, kini menduduki peringkat sebagai salah satu platform media sosial utama setelah Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan Wechat.

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI