China Mengusulkan Regulasi Baru Terkait Pelabelan Konten yang Dihasilkan AI

(ilustrasi) Pemerintah China usulkan regulasi baru terkait pelabelan konten yang dihasilkan AI (Sumber: Getty Images via Politico.eu)

Administrasi Ruang Siber China (CAC) telah merilis rancangan peraturan, yang bertujuan untuk menstandardisasi pelabelan konten sintetis yang dihasilkan AI, guna melindungi keamanan nasional dan kepentingan publik.

Berjudul 'Langkah-langkah untuk mengidentifikasi konten sintetis yang dihasilkan AI,' rancangan peraturan tersebut terbuka untuk masukan publik hingga 14 Oktober 2024.

"Konten sintetis yang dihasilkan AI, sebagaimana didefinisikan oleh aturan yang diusulkan, adalah teks, gambar, audio, atau video apa pun yang dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan," demikian seperti diakses dari laman Xinhua, Senin (16/9/2024).

Baca Juga: Temukan Banyak Informasi Resto, Hotel dan Merchant Lewat Chatbot Sabrina

Berdasarkan rancangan peraturan tersebut, penyedia layanan informasi internet harus mematuhi standar nasional wajib saat memberi label pada konten tersebut.

Penyedia yang menawarkan fungsi seperti mengunduh, menyalin, atau mengekspor materi yang dihasilkan AI harus memastikan bahwa label eksplisit disematkan dalam berkas.

Platform yang mendistribusikan konten, juga diharuskan mengatur penyebaran materi yang dihasilkan AI dengan menawarkan fungsi identifikasi, dan mengingatkan pengguna untuk mengungkapkan apakah postingan mereka berisi konten yang dihasilkan AI.

Baca Juga: BNI Ventures Investasi ke Rukita, Target Kelola 20 Ribu Kamar di 2024

Sebuah survei yang dikutip Reuters, menunjukkan bahwa China memimpin dunia dalam penerapan AI generatif.

Tanda bahwa negara tersebut membuat langkah maju dalam teknologi yang menarik perhatian global, nampak setelah ChatGPT diluncurkan pada akhir 2022.

Dalam survei terhadap 1.600 pembuat keputusan di berbagai industri di seluruh dunia, oleh perusahaan perangkat lunak AI dan analitik Amerika Serikat SAS dan Coleman Parkes Research, didapati 83% responden China mengatakan mereka menggunakan AI generatif, teknologi yang mendukung ChatGPT.

Angka tersebut lebih tinggi daripada 16 negara dan kawasan lain dalam survei tersebut, termasuk Amerika Serikat, di mana 65% responden mengatakan mereka telah mengadopsi GenAI. Rata-rata global adalah 54%.

Industri yang disurvei meliputi perbankan, asuransi, perawatan kesehatan, telekomunikasi, manufaktur, ritel, dan energi.

"Hasil tersebut menggarisbawahi kemajuan pesat China di bidang AI generatif, yang mendapatkan momentum setelah OpenAI yang didukung Microsoft merilis ChatGPT pada November 2022, yang mendorong puluhan perusahaan China untuk meluncurkan versi mereka sendiri," lanjut laporan itu.

Baca Juga: Meta Sembunyikan Label Peringatan untuk Gambar yang Dihasilkan AI Generatif

Baca Juga: Terungkap! Alasan Semua Model iPhone 16 Memiliki RAM 8GB

Pada awal Juli 2024, sebuah laporan oleh Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan, China memimpin perlombaan paten GenAI, mengajukan lebih dari 38.000 antara tahun 2014 dan 2023, melawan 6.276 yang diajukan oleh Amerika Serikat dalam periode yang sama.

Sementara banyak penyedia layanan AI generatif internasional terkemuka, termasuk OpenAI, menghadapi pembatasan di China, negara tersebut telah mengembangkan industri domestik yang kuat, dengan penawaran dari raksasa teknologi seperti ByteDance hingga perusahaan rintisan seperti Zhipu.

Penerapan AI generatif oleh perusahaan di China diperkirakan akan meningkat, seiring perang harga yang kemungkinan akan semakin mengurangi biaya layanan model bahasa besar bagi bisnis.

Baca Juga: Jacquelle x Jazzy Hadirkan Glitter Gloss Tint Edisi Inside Out

Laporan SAS juga mengungkapkan, China memimpin dunia dalam pemantauan otomatis berkelanjutan (CAM), yang digambarkan sebagai 'kasus penggunaan yang kontroversial tetapi banyak digunakan untuk alat AI generatif'.

Wakil presiden AI terapan dan pemodelan di SAS, Udo Sglavo, menjelaskan teknologi ini dapat mengumpulkan dan menganalisis sejumlah besar data tentang aktivitas, perilaku, dan komunikasi pengguna.

"Hal ini dapat menyebabkan pelanggaran privasi, karena mereka tidak menyadari sejauh mana data dikumpulkan atau bagaimana data tersebut digunakan," kata Udo.

Ia menambahkan, algoritma dan proses yang digunakan dalam CAM sering kali bersifat hak milik dan tidak transparan. Hal ini dapat mempersulit entitas yang menggunakan CAM untuk bertanggung jawab atas penyalahgunaan atau kesalahan.

"Kemajuan China dalam CAM, berkontribusi pada strategi yang lebih luas untuk menjadi pemimpin global dalam teknologi kecerdasan buatan dan pengawasan," imbuhnya.

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI