Gubernur California, Gavin Newsom, menandatangani sebuah rancangan undang-undang tentang larangan menggunakan ponsel di sekolah.
Undang-undang ini menjadikan California sebagai negara bagian terbaru, yang mencoba membatasi akses ponsel siswa. Ini adalah upaya meminimalkan gangguan di dalam kelas, dan mengatasi dampak kesehatan mental dari media sosial pada anak-anak.
Florida, Louisiana, Indiana, dan beberapa negara bagian lainnya telah mengesahkan undang-undang yang bertujuan untuk membatasi penggunaan ponsel oleh siswa di sekolah.
"Kami tahu bahwa penggunaan ponsel yang berlebihan dapat meningkatkan kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya. Tetapi kami memiliki kekuatan untuk melakukan intervensi," ujar Newsom dalam sebuah pernyataan setelah menandatangani RUU tersebut, dikutip dari ABC, Rabu (25/9/2024).
"Undang-undang baru ini akan membantu siswa untuk fokus pada akademis, perkembangan sosial, dan dunia di depan mereka, bukan pada layar ponsel, ketika mereka berada di sekolah," lanjutnya.
Rincian tentang bagaimana larangan ini akan diterapkan masih dalam tahap diskusi.
Undang-undang tersebut juga mengharuskan distrik untuk mengeluarkan peraturan pada 1 Juli 2026, untuk membatasi atau melarang siswa menggunakan ponsel pintar di kampus, atau saat siswa berada di bawah pengawasan staf sekolah.
Distrik harus memperbarui kebijakan mereka setiap lima tahun setelah itu.
Baca Juga: ByteDance Akan Menutup TikTok Music
Beberapa orang mengatakan, lebih baik mematikan telepon dalam situasi penembakan, sehingga tidak berdering dan mengungkapkan lokasi siswa.
Di Los Angeles, para guru dan orang tua sebagian besar mendukung pembatasan. Meski sembari menimbang soal keadaan darurat dan kekhawatiran tentang koordinasi jadwal, contohnya penjemputan sekolah.
Sisanya, membagikan pengalaman efek dari pembatasan dan/atau larangan menggunakan ponsel di sekolah.
Seperti diungkap Anggota Dewan Josh Hoover, seorang anggota Partai Republik yang mewakili Folsom, memperkenalkan RUU tersebut dengan sekelompok anggota parlemen bipartisan yang juga merupakan orang tua.
Telepon dibatasi di tempat anak-anak Hoover - usia 15, 12, dan 10 tahun - bersekolah. Banyak siswa yang tidak selalu menyukai kebijakan tersebut, yang sebagian merupakan cerminan dari betapa adiktifnya ponsel, katanya.
"Namun saya berpikir, secara keseluruhan mereka memahami mengapa hal itu penting, mengapa hal itu membantu mereka untuk lebih fokus pada pelajaran, dan mengapa hal itu benar-benar membantu mereka untuk memiliki interaksi sosial yang lebih baik dengan teman sebayanya secara tatap muka saat mereka di sekolah," ungkap Hoover.
Guru-guru juga melaporkan, para siswa menjadi lebih aktif sejak Santa Barbara Unified School District sepenuhnya menerapkan larangan penggunaan ponsel di kelas selama tahun ajaran 2023-24, demikian ungkap Asisten Pengawas ShaKenya Edison.
Pengakuan lainnya datang dari Kepala Sekolah Sutter Middle School di Folsom, Tarik McFall.
Sebelum penggunaan ponsel oleh siswa dilarang selama hari sekolah di Sutter Middle School di Folsom, para siswa terlihat merekam perkelahian, merekam tantangan TikTok, dan menghabiskan waktu makan siang dengan melihat konten online.
Aturan larangan menggunakan ponsel di sekolah, kata dia, telah benar-benar mengubah budaya sekolah, sehingga para siswa menghabiskan lebih banyak waktu untuk berbicara satu sama lain.
"Menyingkirkannya (ponsel), mematikannya, dan menjadikannya sebagai kebiasaan, merupakan hal yang luar biasa," ujar McFall.
Namun, seperti kebijakan baru dari pemerintah pada umumnya, ada juga sejumlah kritikus yang menyoroti kebijakan pembatasan ponsel ini.
Sebagian dari mereka mengatakan, beban tersebut seharusnya tidak dibebankan kepada para guru untuk menegakkannya.
Sementara itu, yang lainnya khawatir aturan tersebut akan mempersulit siswa untuk mencari bantuan jika ada keadaan darurat, atau berpendapat bahwa keputusan tentang larangan telepon harus diserahkan kepada masing-masing distrik atau sekolah.
Masalah keadaan darurat ini telah menjadi titik pertentangan dari para siswa dan orang tua. Demikian diungkap LA Times.
Beberapa orang tua telah menyuarakan kekhawatiran, larangan ponsel di sekolah dapat membuat mereka terputus dari anak-anak mereka jika terjadi keadaan darurat. Kekhawatiran tersebut muncul, setelah penembakan di sebuah sekolah menengah di Georgia, yang menewaskan empat orang dan melukai sembilan lainnya bulan ini.
Superintendent L.A. Unified, Alberto Carvalho, mengatakan bahwa distrik tersebut sedang mencari tahu kapan siswa dapat menggunakan ponsel di kelas, skenario apa yang akan didefinisikan sebagai keadaan darurat. Serta bagaimana sekolah dapat memberikan 'akses yang masuk akal' kepada para siswa untuk menggunakan ponsel dalam situasi tersebut.
Pada pengecualian lain, katanya, siswa yang belajar bahasa Inggris mungkin perlu mengandalkan perangkat mereka untuk belajar.
Baca Juga: Lanskap Layanan Kesehatan di Indonesia Mulai Membaik, Dukung Iklim Investasi Healthtech
Baca Juga: BigBox Gunakan NLP untuk Menganalisis Sentimen Pelanggan, Ini Keuntungan yang Didapat Klien
Meskipun sengaja dibuat fleksibel, undang-undang California memiliki beberapa aturan khusus.
Dikatakan bahwa sekolah tidak dapat melarang siswa untuk memiliki ponsel, jika dokter atau ahli bedah berlisensi mengatakan bahwa, siswa tersebut membutuhkan perangkat tersebut untuk alasan yang berhubungan dengan kesehatan.
Undang-undang tersebut juga mengatakan bahwa siswa dalam program pendidikan individual tertentu dapat diizinkan untuk melewati batasan tersebut.
Di bawah undang-undang ini, siswa akan diizinkan untuk mengakses ponsel selama keadaan darurat. Namun, undang-undang tersebut tidak menuliskan redaksional 'ponsel harus merupakan perangkat milik siswa sendiri.'
Distrik sekolah juga yang memutuskan sendiri, tentang apa yang dimaksud dengan keadaan darurat, dan bagaimana ponsel dapat digunakan.