Riset: Nvidia dan Microsoft Lebih Inovatif Dibanding Apple

Nvidia. (Sumber: Nvidia)

Techverse.asia - Nvidia berhasil menduduki peringkat pertama sebagai perusahaan paling inovatif dan dinilai paling siap beradaptasi menghadapi perubahan zaman di masa depan. Hal ini berdasarkan hasil riset Future Readiness Indicator (FRI) 2024 yang diluncurkan oleh IMD Center for Future Readiness.

Tahun ini, Nvidia berhasil menempati posisi puncak, dengan menyalip Microsoft yang kini menempati peringkat dua. Sementara itu, posisi Meta (peringkat 3), Alphabet yang merupakan induk Google (peringkat 4), dan Apple (peringkat 5) tetap seperti tahun kemarin.

Baca Juga: Tanahub Siap Gelar Soft Launching Real World Assets

Berikut ini daftar 10 besar perusahaan paling inovatif versi IMD FRI 2024:

  • Nvidia (100)

  • Microsoft (96.7)

  • Meta (84.7)

  • Alphabet (80.7)

  • Apple (79.3)

  • Amazon (76.2)

  • AMD (73.4)

  • Qualcomm (58.3)

  • SAP (58.3)

  • Netflix (57,4)

Keberhasilan Nvidia, Microsoft, Meta dan Alphabet mengembangkan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) menjadi salah satu pendongkrak perusahaan ini masuk dalam perusahan berperforma tinggi dalam indikator FRI 2024 dengan skor di atas 80.

Apple yang berada di posisi 5 harus puas hanya menjadi pemain kelas menengah lantaran hanya mencetak skor 79,3.

Baca Juga: Tak Mau Bergantung dengan Nvidia, Microsoft Mulai Merancang Chip Khusus AI

Professor Manajemen dan Inovasi IMD serta Kepala Center for Future Readiness IMD Howard Yu menyampaikan, meski Nvidia sempat gagal dengan cip pertama mereka, hingga beralih dari bisnis konsol gim ke Graphics Processing Unit (GPU), tapi pertaruhan investasi Nvidia di AI benar-benar terbayar.

"Sekarang ini Nvidia menjadi salah satu perusahaan paling bernilai di dunia, bahkan kapitalisasi pasarnya telah melampaui Microsoft dan Apple," papar Howard Yu melalui keterangan resminya yang kami terima pada Jumat (29/11/2024).

Investasi Nvidia di AI pertama kali dilakukan ketika melakukan peluncuran Compute Unified Device Architecture (CUDA) pada 2006 silam. CUDA sendiri merupakan seperangkat alat untuk pemrograman untuk mengakselerasi kemampuan komputasi GPU.

Inisiatif tersebut lantas membuka pintu Nvidia untuk bereksperimen dalam pembelajaran mesin (machine learning) dan komputasi ilmiah (science computing). Nvidia kemudian mempertaruhkan investasi lebih dari US$10 miliar ketika mengembangkan CUDA.

Baca Juga: Indonesia Tolak Tawaran Investasi Apple Sebesar Rp1,58 Triliun

Saat ini, GPU Nvidia menjadi instrumen penting untuk melatih model kecerdasan buatan, yang mana membuat perusahaan itu berada di pusat revolusi kecerdasan buatan.

Di sisi lain, Meta juga tengah gencar berinvestasi dan mengintegrasikan AI dalam operasional bisnisnya. Pemanfaatan kecerdasan buatan membuat Meta berhasil meningkatkan efektivitas bisnis iklan dan algoritma konten untuk meningkatkan interaksi pengguna pada berbagai platform media sosial miliknya.

Imbasnya, Meta berhasil menyeimbangkan arus kas positif di angka 28 persen meski dibebani oleh pengeluaran investasi besar-besaran mereka untuk AI.

Selain nama-nama perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS), terdapat sejumlah nama perusahaan teknologi asal Asia yang juga masuk dalam daftar, seperti TSMC (12); Tencent (16), Samsung (20); Xiaomi (24); Alibaba (28); Baidu (29); Sony (32), Nintendo (39); hingga JD.com (40).

Baca Juga: Foxconn Bersama NVIDIA Bangun Pabrik AI dan Kembangkan Teknologi Otonom

Meski demikian, sebagian besar perusahaan teknologi asal Asia ini memiliki skor di bawah 50. Hanya TSMC asal Taiwan mendapat skor 55,9. Perusahaan yang mendapat skor di bawah 50, termasuk Samsung, dinilai memiliki tantangan untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan.

"Banyak perusahaan perangkat keras ada di kategori ini," imbuh Yu.

Riset FRI 2024 menunjukkan ada tiga faktor kesuksesan perusahaan yang masuk dalam peringkat tersebut. Pertama, ketahanan inovasi, perusahaan perlu mengembangkan portofolio riset dan pengembangan yang beragam terutama di AI dan komputasi tingkat lanjut untuk menjaga kesuksesan jangka panjang, seperti yang dilakukan Meta.

Kedua, pengembangan ekosistem. Data menunjukkan, perusahaan dengan bisnis yang beragam, punya margin laba atas aset yang lebih tinggi.

Baca Juga: Microsoft Perbarui AI Copilot, Beri Kemampuan Suara dan Penalaran Baru

Ketiga, kestabilan finansial jangka panjang perusahaan harus memprioritaskan likuiditas lewat arus kas positif. Sebab, perusahaan semacam ini memiliki pertumbuhan kapitalisasi pasar gabungan (CQGR 31%) yang lebih tinggi ketimbang hanya mengandalkan cara tradisional yang membakar uang investor.

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI