Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen (PEPK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi, menyebut bahwa korban jerat pinjaman online (pinjol) berasal dari berbagai kelompok, termasuk kalangan rentan seperti buruh, korban pemutusan hubungan kerja (PHK), ibu rumah tangga hingga pelajar.
OJK terus mendorong literasi dan edukasi terkait dengan potensi kejahatan keuangan kepada masyarakat, khususnya kepada kelompok rentan agar tidak menjadi korban pinjol ilegal.
Ia menyatakan, saat ini banyak entitas ilegal yang datang dan menyerbu masyarakat dari berbagai arah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Mereka masuk dan menyasar ke masyarakat melalui saluran-saluran komunikasi pribadi.
"Di sisi lain, casino mentality atau mentalitas orang berjudi yang ingin cepat kaya. Belum lagi mentalitas FOMO (fear of missing out). Hal ini makin diperparah dengan rendahnya literasi keuangan dan literasi digital masyarakat," kata Friderica, dilansir Selasa (22/8/2023).
Menurut dia, masyarakat masih belum bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana yang tidak benar. Mereka belum teredukasi untuk memilih dan memilah.
Tips Menghindar Jerat Pinjol Ilegal dan Kejahatan Siber
Dalam keterangannya itu, Kiki juga membagikan sejumlah kiat untuk menjaga diri dari potensi serangan kejahatan keuangan berbasis digital. Menurutnya, semua kejahatan keuangan berbasis digital pasti akan berhubungan dengan aplikasi, nomor telepon, dan rekening.
Tiga hal ini dapat menjadi pegangan masyarakat, untuk mewaspadai apabila menjadi target serangan kejahatan keuangan digital.
"Terlebih apabila nomor teleponnya asing atau berasal dari luar negeri, itu patut dicurigai. Bahkan niatnya saja sudah patut dicurigai," tegasnya.
1.Awasi pesan yang masuk ke kotak pesan pribadi
Apabila pesan keuangan masuk ke kotak pesan pribadi, baik dalam bentuk SMS maupun pesan singkat Whatsapp, Friderica memastikan itu sifatnya ilegal.
"Sebab kami dari OJK sudah ada aturannya, entitas atau perusahaan tidak boleh menghubungi konsumen lewat jalur pribadi," kata Friderica.
2.Hubungi nomor resmi OJK
Bila memang ragu dengan informasi yang didapatkan mengenai keuangan digital, jangan ragu untuk memastikan lebih lanjut dengan menghubungi kontak OJK Online.
Caranya dengan menelpon ke 157 atau mengirimkan pesan Whatsap ke nomor 081157157157.
3.Jaga 'camilan'
Ia menyebut pentingnya menja ‘Camilan’ - yang merupakan akronim dari camera, microphone, location.
"Artinya, kalau ada aplikasi yang meminta akses ke data di luar dari poin Camilan itu, maka itu ilegal. Karena aturan dari kami, entitas hanya boleh meminta akses terhadap kamera, mikrofon, dan lokasi," ungkapnya.
4.Jangan asal OK
Biasakan membaca lebih lanjut mengenai syarat dan ketentuan yang ditawarkan oleh aplikasi atau entitas pinjol, sebelum menyetujui sebuah layanan dari aplikasi keuangan.
"Intinya, legal dan logis. Aspek legalnya dulu, perhatikan legalismenya. Setelah itu, logis atau tidak. Semoga itu dapat membantu kita terhindar dari potensi sasaran serangan kejahatan keuangan siber," tegas Friderica.
Tiga Hal Mendasar Mengenali Kejahatan Keuangan Digital
Friderica mengakui, saat ini berkembang banyak jenis kejahatan keuangan yang memanfaatkan teknologi digital, dan pada akhirnya merugikan konsumen.
Meski demikian secara umum, ada dua hal mendasar yang dapat membedakan suatu kasus merupakan kejahatan keuangan digital atau bukan, tetapi sama-sama memiliki potensi merugikan.
1.Entitas atau perusahaannya ilegal alias tidak terdaftar di OJK
Jika menemukan kasus seperti ini, sudah jelas bahwa transaksi apapun melalui entitas itu akan membawa kerugian bagi nasabah/masyarakat.
2.Perusahaan ilegal, meniru identitas perusahaan legal
Beberapa pelaku kejahatan keuangan digital meniru beberapa poin atau komponen, yang dimiliki oleh entitas legal. Mulai dari tampilan aplikasi, isi pesan, logo perusahaan dan memanfaatkannya untuk menipu nasabah atau konsumen.