Techverse.asia - Menjaga keseimbangan antara Heart Rate (HR) dan pace saat berlari penting dilakukan agar tidak mengalami cedera sekaligus mengurangi risiko kelelahan. Apalagi denyut jantung HR setiap orang dipengaruhi oleh metabolisme serta tingkat stres.
"Tekanan karena bekerja bisa meningkatkan denyut jantung yang akhirnya mempengaruhi kebugaran. Untuk itu, diperlukan latihan yang tak cuma fisik, tapi juga pengelolaan stres demi mencapai performa yang maksimal," papar Health Practitioner and Sports Enthusiasts dr. Tirta.
Baca Juga: MetaSeaco: Startup Binaan UGM Sukses Masuk 3 Besar di Ajang Pertamuda
Dijelaskannya, stres kala bekerja tanpa disadari juga turut membakar kalori, walaupun cuma duduk selama berjam-jam di depan komputer. Meskipun demikian, tidak perlu menyalahkan diri sendiri kalau progres terasa lambat, lantaran kemajuan dalam olahraga perlu konsistensi dan waktu.
"Banyak pelari yang sering mengalami fase stuck atau enggak berkembang. Namun, dengan latihan yang konsisten dan terstruktur, tubuh bakal beradaptasi dan kembali berkembang," ujarnya.
Menurut The American Journal of Clinical Nutrition, penelitian mereka menunjukkan bahwa stres meningkatkan metabolisme tubuh karena sistem saraf simpatis dan pelepasan hormon seperti kortisol, jadi energi yang terbakar di dalam tubuh kita lebih banyak.
Baca Juga: Data Garmin Connect Sebut Jumlah Pelari di Indonesia Meningkat 3x Lipat
Ada lima cara untuk menjaga denyut jantung dan mengelola pace ketika berlari. Pertama, pace yang stabil bisa dicapai dengan cara tidak tergoda untuk memulai dengan kecepatan tinggi. Mulai saja dengan pace berlari yang nyaman, lantas tingkatkan secara perlahan seiring bertambahnya kilometer.
"Jangan terlalu tergesa-gesa melihat pace orang lain, dengarkan tubuh kalian sendiri sebab kemampuan setiap orang berbeda-beda. Hal yang paling penting yaitu mencapai garis finish dengan prima," terang pemilik bisnis cuci sepatu itu.
Kedua, lakukan latihan yang terukur. Pelari direkomendasikan guna memakai alat bantu seperti jam tangan pintar (smartwatch) untuk memantau denyut jantung. Zona heart rate optimal manusia ada di kisaran 50-85 persen dari detak jantung maksimal dengan kecepatan tinggi.
"Cara mengukurnya yaitu 220 dikurangi usiamu," katanya.
Baca Juga: Mode Gelap dan Heat Map: Fitur Terbaru Strava, Temani Kamu yang Baru Sempat Lari Ketika Malam
Ketiga, penting untuk memperhatikan hidrasi dan nutrisi. Pastikan, tubuh kita tetap terhidrasi dan konsumsi makanan ringan yang punya kandungan karbohidrat cepat serap, seperti gel energi, setiap 30-45 menit.
Keempat, gunakan sepatu lari yang nyaman. Pilihlah sepatu lari yang sesuai dengan bentuk ukuran kaki kalian, misal kakinya datar, normal, atau tinggi. Pasalnya, sepatu lari yang tepat bisa meningkatkan kenyamanan serta mengurangi risiko cedera ketika sedang berlari.
Terakhir, istirahat yang cukup kerap kali menjadi hal yang luput dari perhatian oleh para pelari, saat latihan mereka kebanyakan cuma berfokus pada kecepatan, bukan mempersiapkan tubuh mereka sebaik mungkin.
Baca Juga: Pantau Irama Jantung Lewat Fitur ECG di Garmin Fenix 8 Series
"Usahakan juga untuk tidur minimal 7-8 jam sebelum lari (sebab) akan membantu tubuh kita memulihkan diri sekaligus menjaga konsistensi latihan," ujar dia.
Di sisi lain, negara Indonesia masuk dalam daftar negara yang masyarakatnya malas untuk bergerak. Berdasarkan sebuah laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat aktivitas fisik terendah di dunia.
Tercatat bahwa lebih dari 33 persen penduduk Indonesia tidak memenuhi rekomendasi olahraga harian, jauh dibandingkan negara-negara tetangga. Fakta ini menjadi tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan gaya hidup sehat melalui olahraga seperti lari.