Techverse.asia - Belakangan ini masyarakat Indonesia banyak mengonsumsi konten maupun berita yang sifatnya negatif. Mulai dari kebijakan kontroversial, teror terhadap jurnalis, anjloknya harga saham, hingga pembubaran demonstrasi secara paksa.
Baca Juga: Searce Dinobatkan sebagai Google Cloud Country Partner of the Year 2025
Hal-hal itu menimbulkan rasa frustasi, ketidakpastian, dan putus asa di tengah-tengah masyarakat kita. Publik pun merasa tak aman dan bahkan kehilangan kepercayaan terhadap sistem. Situasi tersebut tentunya tak cuma menciptakan keresahan sosial, namun juga berdampak pada psikologis individu.
Menurut Psikolog Klinis Pamela Andri Priyudha, paparan terhadap berita-berita buruk secara terus menerus bisa membuat seseorang mengalami ketegangan psikologis yang kronis dan kolektif.
"Saat seseorang merasa tak berdaya, mereka dapat mengalami learned helplessness yakni kondisi di mana merasa enggak mampu mengubah situasi meskipun sebenarnya ada peluang. Ini berbahaya lantaran dapat menimbulkan frustasi, apatisme, dan depresi secara kolektif," ujarnya, Jumat (11/4/2025).
Baca Juga: Survei: Kesehatan Mental dan Fisik Dipengaruhi Pola Makan Sehat
Dia juga ikut menyoroti pentingnya literasi digital, yakni kemampuan untuk mencari, mengevaluasi, hingga menggunakan informasi secara kritis dan etis. Hal ini disebabkan banyak orang terjebak dalam kesimpulan prematur cuma dengan membaca judul atau komentar, tanpa menelusuri informasi secara utuh.
Media sosial, katanya, memang punya peran besar dalam membentuk persepsi publik. Tapi sayangnya, informasi yang membanjiri kita tidak selalu semuanya benar. Kala tubuh terus merasa waspada akibat paparan berita buruk, kecemasan pun akan meningkat.
"Ini adalah bentuk alarm tubuh yang dapat menjadi maladaptif kalau tak dikendalikan," ujarnya.
Pamela menyampaikan, terdapat sejumlah kelompok masyarakat yang dinilai lebih rentan terhadap dampak negatif dari paparan berita buruk, seperti orang tua dan lansia, remaja dan anak muda yang terlalu banyak mengonsumsi media sosial, serta orang-orang dengan tingkat literasi digital yang rendah dan akses informasi kredibel yang terbatas.
Baca Juga: Pesan Brian Cox untuk Para Pekerja Supaya Menjaga Kesehatan Mental
Ia juga menekankan bahwa kemampuan seseorang dalam meregulasi atau mengelola emosi sangat berperan penting dalam menentukan seberapa besar dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh berita buruk terhadap kesehatan mental mereka.
"Saya kira penting bagi individu, institusi pendidikan, serta komunitas sosial untuk secara aktif memberikan edukasi yang berkelanjutan mengenai literasi digital dan keterampilan pengelolaan emosi, guna membentuk masyarakat yang lebih resilien dan siap secara psikologis dalam menghadapi tekanan informasi di era digital yang serba cepat ini," paparnya.
Salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk menjaga kesehatan mental di tengah paparan berita negatif yang masif adalah dengan secara sadar membatasi konsumsi informasi yang bersifat memicu kecemasan, terutama ketika individu berada dalam kondisi psikologis yang kurang stabil.
Baca Juga: Hasil Studi: 75% Content Creator Mengalami Stress, Sisanya Sangat Sering Stress
Selain itu, penting untuk membangun kebiasaan mencari informasi pembanding dari berbagai sumber yang kredibel guna mendapatkan sudut pandang yang lebih objektif dan seimbang. Pamela menyarankan agar masyarakat tidak langsung bereaksi terhadap informasi yang belum terverifikasi.
"Penting untuk mengedepankan logika dan bersikap objektif. Selalu cari tahu dari berbagai sumber, jangan hanya mengandalkan satu sudut pandang," ujarnya.
Menghindari topik-topik yang secara emosional mengganggu, seperti konflik politik atau isu sosial yang memancing reaksi emosional berlebihan, juga dapat menjadi langkah preventif.
Di sisi lain, individu disarankan untuk secara aktif mengonsumsi konten-konten yang bersifat positif, inspiratif, atau membangun, guna membantu menjaga suasana hati tetap stabil dan mendorong pola pikir yang lebih optimis dalam menghadapi dinamika kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Stress dan Daya Ingatmu Mulai Berkurang? Coba Kunyah Permen Karet
Salah satu teknik psikologis yang bisa diterapkan untuk tetap optimistis adalah dengan self-control atau kontrol diri. "Kita harus menyadari batasan antara hal-hal yang dapat kita kendalikan dan yang berada di luar kendali kita. Fokus pada peran dan tanggung jawab yang bisa dijalankan akan membantu menjaga semangat dan rasa optimisme," tambahnya.