Kawasan Pantai Utara Jawa terkenal dengan banyak tempat wisata religi, khususnya Islam dan berbentuk masjid atau tempat ibadah lainnya.
Meski demikian, objek wisata tersebut bisa dikunjungi oleh siapa saja. Karena selain menyimpan banyak nilai religi, wisatawan yang ke sana bisa mempelajari sejarah.
Salah satu daerah di pantai utara yang populer menjadi tujuan kunjungan wisata religi adalah kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Di sana terdapat masjid Al Aqsha, yang lebih terkenal dengan sebutan masjid Menara Kudus.
Bagi wisatawan domestik, menara masjid tersebut sudah akrab dalam penglihatan. Sebab, foto menara kerap hilir-mudik di berbagai buku sejarah atau ilmu sosial. Namun, suasana syahdu akan terasa bila kita berkunjung langsung ke sana.
Sebelum memasuki kompleks masjid yang berdiri sejak 1933 itu, kita akan disambut dengan suasana khas lingkungan pondok pesantren. Sebagai kawasan 'Kauman', kita bisa melihat sederetan penjual perlengkapan ibadah dan kebutuhan harian.
Tetapi, mengingat kawasan itu juga merupakan kawasan destinasi wisata, berbagai oleh-oleh khas Kudus juga ditawarkan oleh banyak kios kecil. Ratusan kios itu, berdiri sepanjang jalur masuk dan keluar menuju masjid sejak dari mulut gang. Yang dijajakan oleh masyarakat setempat antara lain ada dodol, jenang Kudus, rengginang manis, madu mongso, kopi Muria, intip ketan dan lainnya.
Masjid Menara Kudus mengajarkan kita, mengenai awal penyebaran agama Islam oleh Sunan Kudus. Menjadi salah satu masjid tua di Pulau Jawa, masjid ini menjadi saksi sejarah terjadinya akulturasi antara kebudayaan Jawa, Hindu, dan Islam. Dibangun oleh Ja'far Sodiq atau lebih dikenal sebagai Sunan Kudus, punya menara dan sejumlah bangunan yang didominasi dengan batu bata merah.
Menara tampil eksotik dengan bentuk menyerupai candi dan dihiasi dengan piring-piring porselen. Ini satu bentuk akulturasi yang semakin memperkaya desain masjid tersebut.
Seperti masjid kebanyakan, Masjid Menara Kudus ini juga memisahkan area ibadah jamaah lelaki dan perempuan. Untuk perempuan, ada area yang disebut sebagai 'Pawestren'. Terlebih dahulu, harus memasuki gang kecil di sebelah utara masjid. Wisatawan laki-laki tidak diperkenankan untuk memasuki area ini. Karena di sanalah jamaah putri bisa mengambil air wudhu dan menunaikan salat.
Suasana ubin yang sejuk, angin sepoi yang melintas dari jendela kayu yang besar, seakan membuat diri ingin tetap bertahan di dalam masjid.
Bila beruntung dan sudah berada di masjid sejak sebelum memasuki waktu salat, kita bisa mendengar adzan dari menara dan mendengar bedug tradisional kulit kambing yang ditabuh. Penabuhnya seorang muadzin yang menaiki tangga menara dengan bertelanjang kaki.
Sate Kerbau: Manis, Gurih, Wajib Dicoba
Seusai dari masjid Kudus, kita bisa sejenak beristirahat dan menikmati kuliner unik khas Kudus, misalnya sate kerbau. Sate kerbau menjadi makanan yang khas di Kudus.
Sate ini mudah ditemukan di mana saja di kota tersebut. Bahkan tepian jalan kita bisa menemui banyak penjaja sate tersebut.
Sat kerbau racikan warga setempat memiliki ciri khas manis dan gurih. Saat mencicipinya, kita bisa tahu betul ada garam, bawang merah, bawang putih dan ketumbar sebagai bumbu raciknya. Sementara soal bumbu pelengkap, kita bisa memilih menuangkan 'saus' kacang tanah sangrai. Saus tersebut memberikan aroma jeruk purut yang harum dan menambah kesan segar.
Soal tekstur daging kerbau, ia lebih kenyal, padat dan liat. Sementara serat daging kerbau, lebih besar ketimbang serat daging sapi. Namun jangan khawatir, para penjual sate kerbau di Kudus sudah fasih mengolahnya, sehingga sate terasa empuk dan nikmat dilahap dengan sepiring nasi putih panas.
Sembari makan seporsi sate kerbau, maka memandangi dan mengenal aktivitas masyarakat setempat merupakan pengalaman yang tidak akan terlupakan. Yuk ke Kudus!