Jenderal Sudirman merupakan salah satu pahlawan kemerdekaan Republik Indonesia, yang dikenal memiliki nama besar dan kegigihan dalam berjuang. Jenderal Sudirman terkenal dengan siasat gerilya, dan tetap kukuh memimpin perjuangan dari atas tandu -karena sedang sakit-
Aktivitasnya bergerilya itu, membuatnya memiliki banyak tempat persinggahan dan kawasan penting yang selanjutnya dikenal oleh khalayak. Salah satu area persinggahannya dalam bergerilya adalah di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kehadiran Jenderal Sudirman mahsyur lewat artefak peninggalan tandu, dan berbagai perlengkapan perang, yang dipajang di Monumen Jogja Kembali (Kabupaten Sleman). Sementara dipan dan bangku berada di Museum Besar Jenderal Sudirman di Kota Jogja. Maka di Kabupaten Gunungkidul, ada Monumen Panglima Besar Jenderal Sudirman, yang menyimpan kisah persinggahan kala Jenderal Sudirman memangku senjata.
Monumen batu dan patung berpulas hitam legam itu, terpajang di Paliyan Tengah, Karangduwet, Kepanewon Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul.
Monumen ini merupakan tetenger atau tanda khas gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman yang diresmikan oleh Ibu Sudirman.
Selain monumen, terdapat pula Prasasti Panglima Besar Jenderal Sudirman yang dibangun di sebelahnya. Prasasti ini diresmikan pada 5 Oktober 1991 oleh Camat Paliyan saat itu yaitu Drs. Lantip Dwiatmodjo.
Kedua bangunan tersebut, berdiri di sebelah Rumah Sayuk Marto Pawiro di mana rumah ini merupakan tempat singgah sementara Jenderal Sudirman dan tentaranya. Rumah milik warga bernama Sayuk Marto Pawiro tersebut hingga saat ini masih berdiri dan ditempati oleh cucunya yaitu Suryanto beserta keluarganya.
Dikisahkan ulang lewat laman Kundha Kabudayan DIY, kala itu, setelah dari Kalurahan Giri Sekar, Kapanewon Panggang, Jenderal Sudirman melanjutkan perjalanan. Sampailah Jenderal Sudirman dan rombongannya di Rumah Sayuk Marto Pawiro tersebut.
Kapten Soeparjo Roestam yang merupakan pengawal Jenderal Sudirman mendatangi seorang anggota Komando Onder Distrik Militer (KODM) Paliyan bernama Sartono. Ia meminta untuk mencarikan tempat menginap Jenderal Sudirman. Kemudian, dipilihkannya Rumah Sayuk Marto Pawiro.
Jenderal Sudirman pun tiba pada 20 Desember 1948 sekitar pukul 14.00 WIB. Ia ditemani beberapa pengawal dan dokter pribadi. Saat itu, Jenderal Sudirman menggunakan ruang tengah untuk beristirahat.
Ruang tengah tersebut berada di dalam rumah kampung limasan Jawa yang menghadap selatan dengan empat buah atap membujur dari utara ke selatan. Kala itu, rumah yang Jenderal Sudirman tempati hanya berdinding dari anyaman bambu.
Jenderal Sudirman ketika itu menolak dipanggil jenderal oleh pemilik rumah. Ia lebih memilih dipanggil 'kang' dalam bahasa Jawa. Tidak ada banyak perbincangan saat mereka singgah. Jenderal Sudirman dan rombongan cukup irit dalam berbicara sehingga tidak banyak yang dibahas.
Sewaktu menginap, Jenderal Sudirman diberikan makanan dan minuman seadanya. Menurut Suryanto, rombongan Jenderal Sudirman sempat dijamu masakan desa yaitu sayur bening.
Dokter Soewondo meminta Mbok Sayuk untuk merebuskan telur bebek yang telah dibawa sendiri oleh Jenderal Sudirman saat itu. Sang Jenderal hanya memakan telur bebek rebus tersebut.
Suasana waspada saat Jenderal Sudirman singah di sana pun tidak menurun.
Suryanto menjelaskan, saat memasak, Mbok Sayuk didampingi oleh tantara. Gentong yang berisi air pun diperiksa juga untuk memastikan keamanannya. Setelah pemeriksaan selesai, barulah masakan dapat disajikan.
Jenderal Sudirman dan rombongannya tidak lama bersinggah di rumah Sayuk. Saat ayam berkokok, yaitu sekitar pukul 04.00 pagi pada tanggal 21 Desember 1948, Jenderal Sudirman dan pengawalnya pun berpamitan. Mereka melanjutkan perjalanan menuju daerah Cantung (Jati Sari), Playen.
Kini, hampir sebagian besar perkakas yang digunakan Jenderal Sudirman bergerilya diabadikan di Museum Jenderal Besar Sudirman. Perkakas tersebut di antaranya adalah dipan, bangku panjang, dan benda-benda lain yang sekarang sudah menjadi koleksi museum.
Selain itu, terdapat pula Taman Baca Bhineka Eka Bhakti yang berdiri di sebelah monumen. Taman Baca ini didirikan agar anak-anak di daerah tersebut dapat bermain, belajar, sambil mengenal sejarah.
Berencana menelusuri sejarah perjuangan sang jago gerilya Indonesia? Kunjungi museum ini, pelajari dengan khidmat kegigihan sang jenderal.